Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng
LATAR BELAKANG Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi
beragam kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting
dan luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri
dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal
sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan
demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan
pangan dalam keadaan bersih dan higienis.
Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen
produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng
mempunyai banyak kelebihan, seperti :
- kaleng dapat mencegah
bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari
kontaminan mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas
secara
hermetis.
- kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak
diinginkan
- kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan
partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan
pangan.
- kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari
cahaya.
Proses mengemas dengan wadah kaleng disebut pengalengan. Pengalengan
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara
hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua
mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba
pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian
sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa.
Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan
perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan.
Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada
umumnya. Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial
dengan sterilisasi komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang
tertinggal Pada kondisi penyimpanan normal spora tersebut akan tumbuh menjadi
sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk makanan kaleng.
Mikrobiologi makanan dan minuman dalam kemasan aseptik adalah suatu konsep
yang membahas tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan bahan makanan
kemasan. Termasuk diantaranya makanan kaleng, air mineral, teh kotak, susu
krim, es krim sirup dan sebagainya.
Dengan demikian berbagai informasi yang berkaitan dengan upaya
pencegahanharus terus dilakukan dan penyebaran informasi tentang makanan kaleng
terutama dari aspek mikrobiogi terus disebarluaskan kepada masyarakat luas agar
keamanan pangan dapat tercapai bagi setiap individu.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek mikrobiologi pada produk
makanan yang menggunakan kemasan kaleng. Artinya aspek-aspek yang mempengaruhi
keberadaan mikroba, tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba
kontaminan, jenis-jenis mikroba kontaminan, yang berhubungan dengan akibat yang
ditimbulkan oleh karena keberadaan mikroba dalam suatu produk makanan kaleng
serta tingkat resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia.
BAB II. PENDAHULUAN
PENYEBAB KEBERADAAN MIKROBA DALAM
KEMASAN KALENG
Beberapa jenis mikroba dapat bertahan pada suhu panas tinggi terutama
kelompok mikroba thermofilik. Demikian juga spora bakteri dapat bertahan pada
suhu tinggi. Spora bakteri pada umumnya akan bertahan pada suhu panas tinggi
dan akan berkecambah dan tumbuh pada suhu di bawahnya (Frazier, 1988; Jay,
2000; Ray, 2004).
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni
:
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan
pada temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore
forming bacteria berkecambah dan tumbuh,
2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada
bakteri yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan
selanjutnya dapat tumbuh,
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan
masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum
proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh
terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses
pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan
peralatan modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang
terjadi pada bahan pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila
mengalami kelima hal di atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen
karena dapat tercemar oleh bakteri kontaminan atau keracunan dari bakteri yang
mengeluarkan racun di dalam makanan kaleng tersebut.
BAB III. JENIS
MIKROORGANISME DAN TANDA KERUSAKANNYA
Kerusakan makanan kaleng dapat dicirikan secara fisik maupun kimia yang
berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang mengkontaminasi. Tipe kerusakan
ditentukan oleh derajat keasaman dan kelompok mikroba yang mengkontaminasi
produk makanan tersebut. Berdasarkan keasaman dan kelompok mikrobanya, maka
tipe kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Bahan pangan asam rendah (low acid).
Bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok bakteri tersebut terjadi
pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6. Misalnya daging,
ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan
produk ternak. Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok
a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas.
Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu
>30°C (Ray, 2004).
Gambar 1. Contoh bakteri Thermofilik
Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:
- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk
menjadi asam yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang
bersifat anaerob facultativ.).
- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya
gas dan produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium
thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga
menyebabkan kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng
akibat desakan gas yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).
- Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk
menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri
Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat
bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfide (FeS)
yang menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng.
b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu
25 – 45°C dan optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya
bakteri kelompok ini lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau
tidak cukup sehingga ada spora bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut
dapat berkecambah dan tumbuh.
Ada 2 kelompok bakteri yang mendominasi yakni Clostridium dan Bacillus. Pada
kelompok Clostridium yang disebut putrefactive anaerobic bacteria ini
memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam-asam volatile, gas H2 dan CO2,
sehingga kerusakan yang ditimbulkan sekaligus menjadi tanda yakni kaleng
menjadi menggelembung. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah
Clostridium pasteurianum dan C. butyrinum yang terkenal mengeluarkan asam
butirat. Selain itu juga ada C sporogenum, C putrefacience, C. botulinum yang
memetabolime protein menghasilkan bau busuk karena mengeluarkan senyawa bau
busuk H2S, mercaptan, indol, skatol, amonia serta gas CO2 dan H2. Khususnya C.
botulinum merupakan bakteri yang sangat ditakuti karena racun yang dikeluarkan
dan dapat menyebabkan kematian. Bakteri ini terutama sering ditemui pada daging
dan sayuran.
Sedangkan bakteri Bacillus yang disebut aerobic mezophilic spore forming
bacteria mengkontaminasi akan mengeluarkan asam dan gas CO2. Jenisnya adalah
Bacillus subtilis dan B. coagulans (Ray, 2004) serta B. mecentericus (Frazier,
1988). Keberadaan bakteri ini dianggap kurang penting karena merupakan bakteri
aerob dan dalam keadaan vakum tidak dapat berkembang. Keberadaannya di dalam
kaleng apabila kaleng mengalami kebocoran.
Gambar2. Mesophilic spore_forming bacteria (bakteri mezophilic pembentul
spora)
c. Non-spore-forming bacteria.
Bakteri ini merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, sangat resisten
pada suhu yang tidak terlalu panas atau tidak tahan panas. Bakteri ini dapat
menyebabkan kerusakan melalui kaleng yang mengalami kebocoran setelah proses
pemanasan. Kelompok bakteri ini sangat banyak jenisnya sehingga makanan kaleng
yang terkontaminasi ini dapat memiliki bentuk kerusakan yang bervariasi. Tetapi
bakteri ini tidak biasa berada di dalam makanan keleng yang rendah asam.
Gambar. Non-spore-forming bacteria.
d. Yeast (khamir/ ragi) dan Mold (kapang)
Kelompok mikroorganisme sebenarnya tidak dapat tumbuh pada substrat atau
bahan pangan yang berasam rendah atau memiliki pH tinggi. Apabila ditemukan di
dalam makanan keleng berasam rendah ada dua kemungkinan yang menyebabkan
seperti proses sterilisasi yang tidak baik atau disebabkan oleh pelapisan
kaleng yang tidak sempurna sehingga terkontaminasi dari lingkungan luar.
2. Bahan pangan asam tinggi (pH < 4,6)
Bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok bakteri yang dapat bertahan hidup
pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni dengan pH <4,6,
seperti buah-buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya. Kelompok
mikroorganisme yang mengkontaminasi adalah
a. Spore – forming bacteria (bakteri pembentuk spora)
Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus
thermoaciduran, bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas
(thermophilik), aerobik. Kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh
kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk menjadi sangat asam atau disebut
flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua adalah cakteri
Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat sakarolitik
dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak
menggelembung karena ada desakan gas.
b. Non sporing bacteria
Anggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa
spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok
bakteri pembentuk asam, seperti Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat
ditemukan pada produk tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok
bakteri heterofermentativ yang memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat
menyebabkan penggelembungan kaleng. Demikian juga yang termasuk kelompok
bakteri yang tidak membentuk gas seperti Pseudomonas, Alcaligenes,
Flavobacterium.
c. Yeast (khamir)
Mikroorganisme ini merupakan kelompok yang sangat tidak tahan panas atau
dapat bertahan pada suhu rendah. Kehadiran khamir pada makanan kaleng lebih
disebabkan proses pengalengan yang tidak sempurna atau kaleng mengalami
kebocoran.
Gambar. Bakteri Yeast (khamir)
d. Mold (Kapang).
Kapang Byssochlamys fulva merupakan penyebab kerusakan yang terkenal untuk
buah kaleng. Kapang tersebut akan memecah pektin yang dikandung oleh sebagian
besar buah-buahan dan kadang-kadang disertai munculnya gas. Kapang ini termasuk
tahan panas bila dibandingkan dengan jenis kapang yang lain.
Gambar .kapang Byssochlamys fulva.
Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh
mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai
berikut
1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:
- gas H2 (oleh karena aspek kimia)
- gas CO2, diproduksi oleh:
- khamir (penghasil alkohol)
- Bacillus sp (pada cured meat)
- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh
- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam
- bakteri mesophilik :
- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive
anaerobes
- penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:
- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan
fermentasi menghasilkan asam butirat
- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang
melakukan fermentasi menghasilkan asam
- oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)
2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh
- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:
- bakteri thermophilik
- bakteri mesophilik, terdiri dari :
- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour
- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan)
- bakteri campuran
- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam
- mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)
Kapang (Inggris: mold) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan"
Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu
lama tidak diolah. Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas
Ascomycetes.
Gambar. Kapang , tampak hifa berwarna putih dan bagian dengan askus berwarna
biru kelabu. Diameter koloni terbesar sekitar 1 cm.
3. Akibat yang ditimbulkan dan tingkat resiko
Secara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng memiliki arti
adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk makanan kaleng
berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan penampakan
makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam. Selain itu juga adanya
perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk dan lain-lain. Disamping
itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen apabila ditemukan
mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun. Jenis mikroba yang paling
diwaspadai adalah kehadiran Clostridium botulinum dalam makanan kaleng terutama
produk daging dan ikan termasuk ikan asap yang semuanya pada umumnya memiliki
pH tinggi atau low acid. Bakteri ini menyebabkan seseorang keracunan
(intoksikasi) yang disebut botulism. Botulism in disebabkan oleh racun yang
diproduksi oleh bakteri tersebut di atas yang bersifat neurotoksin. Racun ini
penyebab kematian dengan tipe neuro-paralytic toxin. Racun yang dihasilkan oleh
jenis bakteri ini merupakan protein yang daya toksisitasnya sangat kuat
sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian.
Ada 7 tipe toksin yakni A, B, C, D, E, F dan G. Tipe yang berbahaya bagi
manusia adalah tipe A, B, E dan F. Toksin ini diserap dalam usus kecil dan
melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat penting dari toksin ini adalah labil
terhadap panas. Toksin tipe A akan inaktif pada suhu 80°C yang dipanaskan
selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90°C dipanaskan selama 15 menit.
Gejala botulism biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul
biasanya gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu
diare dan akan terjadi lemah fisik dan mental yang disebut fitig, pusing dan
sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara.
Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan menyebar ke jantung dan sistim
pernafasan (Kandel dan McKane, 1996).
Oleh karena terus-menerus kesulitan bernafas maka akhirnya akan meninggal
dunia. Pada kasus yang fatal kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 –6 hari.
Clostridium botulinum adalah bakteri berbentuk batang, dalam kondisi yang buruk
akan membentuk spora yang tahan panas tinggi dan pembentuk gas. Habitat
alaminya sebenarnya adalah tanah yang ada di seluruh bagian dunia ini, bersifat
anaerobik atau hidup tanpa udara.
BAB IV. KESIMPULAN
Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng harus menjadi perhatian oleh
semua pihak baik oleh produsen makanan maupun oleh para konsumen sendiri.
Konsumen harus secara seksama melihat tanda-tanda kerusakan pada kaleng karena
kenampakannya dapat mencirikan adanya kerusakan yang disebabkan oleh
kontaminasi mikroba. Kerusakan oleh keberadaan mikroorganisme dalam kemasan
kaleng selain menurunkan kualitas produk juga sangat membahayakan kesehatan
bahkan kematian. Dengan demikian memperhatikan aspek mikroobiologi pada
berbagai produk yang dikemas dengan kaleng sangat penting dalam rangka
memperoleh keamanan pangan baik individu maupun masyarakat umum.
Bakteri dalam makanan
Analisis bakteri bahan pangan akan menghasilkan status bahan pangan apakah
bahan tersebut memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan atau bahan
pangan tersebut tidak memenuhi standar. Bahan makanan yang tidak memenuhi
standar baku mutu tidak boleh dikonsumsi.
Keberadaan bakteri di dalam bahan makanan memiliki arti yang sangat penting
mengingat hal tersebut berhubungan langsung dengan manusia. Status nilai gizi,
status nilai cerna, sterilitas dan bahan pencemar perlu dianalisis dengan
teliti dan tepat.
Beberapa penyebab kenapa bakteri ada dalam makanan. Pertama, bahan makanan
memang harus mengandung bakteri. Contohnya makanan hasil fermentasi seperti
minuman berfermentasi, tempe, tapai dan lain-lain. Kedua, makanan harus tidak
terdapat bakteri. Contohnya adalah makanan yang pada proses pembuatannya
menggunakan sterilisasi dan pengemasannya digunakan botol/kaleng tertutup rapat
dan steril. Misalnya minuman yang tertera sebagai minuman steril, minuman
dengan proses sterilisasi ultra high temperatur (140 derajat Celcius selama
empat detik), semua jenis makanan kalengan. Ketiga, makanan boleh terdapat
bakteri tetapi jenis dan jumlah bakteri dibatasi disesuaikan dengan standar
baku mutu yang telah disepakati bersama. Contohnya adalah makanan yang proses
pembuatannya tidak dilakukan sterilisasi kemasan dan penyajiannya sehingga
tidak steril. Makanan jenis ini contohnya sangat banyak baik yang berasal dari
daging, sayur maupun buah-buahan. Keempat, makanan tidak boleh terdapat bakteri
patogen (menyebabkan sakit perut, mual muntah bahkan kematian) bagi manusia.
Untuk itu diperlukan kecermatan di dalam melakukan pemeriksaan makanan/minuman
sejak dari cara pengambilan, membawa sampel ke laboratorium, memilih metode
pemeriksaan yang tepat dan akhirnya melaporkan dengan tepat. Rangkaian tata
kerja yang benar akan menghasilkan pemeriksaan yang benar dan kesimpulan yang
benar. Akan tetapi bila ada unsur yang salah dalam rangkaian tersebut, hasil
pemeriksaan analisis akan salah.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Frazier, W.C. and Westhoff D.C., 1988, Food Microbioloy, 4 ed, McGraw-Hill,
Inc, Singapore
Fardiaz, 1982, Mikrobiologi Pangan 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jay, J.M., 2000, Modern Food Microbiology, 6ed, Aspen Publishers, Inc.,
Gaithernburg, Maryland
Kandel J., L. McKane, 1996, Microbiology: Essentials and Applications, 2ed,
McGRAWHILL., INC., New York
Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, 3 ed, CRC Press, Whasington
DC.
Supardi I., Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan, Penerbit Alumni, Bandung