Jumat, 18 Mei 2018

KERAMBA JARING APUNG (KJA)


KERAMBA JARING APUNG (KJA)







Keramba Jaring Apung (KJA) dapat dibuat dalam berbagai ukuran desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan daya tahan bahan baku harga dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan tawar dibuat dari bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan dalam pengelolaan. Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
1.  Kerangka Keramba Jaring Apung
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut. Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali. Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun. Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak. Bambu yang digunakan untuk kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 5–7 cm di bagian pangkalnya, dan bagian ujungnya berukuran antara 3–5 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk. Ukuran kerangka jaring terapung berkisar antara 5×5 meter sampai 10×10 meter. Petani ikan jaring terapung di perairan cirata pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu dengan ukuran 7×7 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari empat buah petak/kantong.
2.  Pelampung Keramba Jaring Apung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/jaring terapung bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7×7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 33–35 buah.
3.  Pengikat Keramba Jaring Apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.
4.  Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg.
5.  Jaring Keramba Jaring Apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum biasanya terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan, untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2x2x2 m sampai 5x5x5 m. Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3x3x3 m sampai 7x7x2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain biasanya kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring (mesh size) yang lebih besar. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :
1.  Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring luar.
2.  Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.
Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil. Di perairan umum khususnya dalam budidaya ikan di jaring terapung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾-1 inch. Kantong jaring yang digunakan untuk memelihara ikan dapat diperoleh dengan membeli jaring utuh. Dalam hal ini biasanya jaring trawl dijual dipasaran berupa lembaran atau gulungan. Langkah awal yang harus dilakukan untuk membuat kantong jaring adalah membuat desain/rancangan kantong jaring yang akan dipergunakan. Ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan berkisar antara 2×2 m sampai dengan 10×10 m. Setelah ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan, misalnya akan dibuat kantong jaring dengan ukuran 7x7x2 m, langkah selanjutnya adalah memotong jaring. Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat terpasang di perairan. Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring dalam keadaan tertarik/terbuka (”Hang In Ratio”).
Nilai ”Hang In Ratio” dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring ada dua cara, yaitu : (1) menggunakan rumus tertentu dan (2) melakukan perhitungan cara di lapangan. Rumus berdasarkan ”Hang In Ratio” adalah sebagai berikut :
Keterangan :
S : Hang In Ratio
L : Panjang jaring sebelum Hang In atau dalam keadaan tertarik
i : Panjang tali ris
D : dalam kantong jaring (jumlah mata jaring dikalikan ukuran mata jaring dalam keadaan tertarik)
d : dalam kantong jaring sesudah Hang In
Contoh penggunaan rumus dalam menghitung jaring yang akan dipotong dengan ukuran 7x7x2 m adalah sebagai berikut :
Misalnya, kantong jaring yang akan dibuat 7x7x2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Diketahui Hang In Ratio (S) adalah 30% = 0,3, Panjang tali ris (i) = 4×7 m = 28 m.  Maka untuk mencari panjang jaring sebelum Hang In adalah :
Jadi panjang tiap sisi adalah 40 m : 4 = 10 m Jumlah mata jaring 10 m = 1000 cm : 5,08 cm = 197,04 mata jaring dibulatkan 197 mata jaring. Diketahui dalam jaring sesudah Hang In (d) adalah 2 m, maka dalam kantong jaring sebelum dipotong (D) adalah :
Jadi jumlah mata jaring 2,8 m = 280 cm : 5,08 cm = 55,1 mata jaring dibulatkan menjadi 55 mata jaring.
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh ukuran lembaran jaring yang akan dipotong untuk kantong jaring berukuran 7x7x2 m adalah 197x197x55 mata jaring.
Sedangkan para petani ikan dilapangan biasanya menghitung jaring yang akan digunakan untuk membuat kantong jaring menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Misalnya kantong jaring yang akan dibuat berukuran 7x7x2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Berdasarkan hasil penelitian panjang jaring akan berkurang sebesar 30% dari semula. Maka secara praktis dilapangan diperhitungkan jumlah mata jaring dalam setiap meter adalah :
Jadi dalam satu meter jaring yang berukuran 1 inch terdapat 56 mata jaring, sehingga jika akan membuat jaring dengan ukuran 7x7x2 m, jumlah mata jaringnya adalah 392x392x112 mata jaring. Sedangkan ukuran mata jaring yang akan digunakan adalah 2 inch maka jumlah mata jaring yang akan dipotong adalah 196x196x56. Angka-angka ini diperoleh dari hasil perkalian antara ukuran kantong jaring dengan jumlah mata jaring. Berdasarkan hasil kedua perhitungan tersebut memperoleh nilai yang tidak jauh berbeda. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memindahkan pola yang telah dibuat langsung kejaring.
6.  Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-masing beratnya antara 2–5 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.
7.  Tali / tambang keramba jaring apung
Tali/tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm, sedangkan pada perairan laut tali/tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris. Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya, kantong jaring terapung berukuran 7x7x2m maka tali risnya adalah 7×4 =28 m. Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi. Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut. Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +( 4×0,5 m) = 30m. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan budidaya ikan.

Diposkan oleh RIYANTO, SP

Sabtu, 12 Mei 2018

BUDIDAYA IKAN BELUT Oleh Riyanto, SP



BUDIDAYA IKAN BELUT
Oleh Riyanto, SP

1. JENIS
Klasifikasi belut adalah sebagai berikut:
Kelas               : Pisces
Subkelas          : Teleostei
Ordo                : Synbranchoidae
Famili              : Synbranchidae
Genus              : Synbranchus
Species            : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa); Monopterus albus Zuieuw (belut sawah); Macrotema caligans Cant (belut kali/laut)
Jadi jenis belut ada 3 (tiga) macam yaitu belut rawa, belut sawah dan belut kali/laut. Namun demikian jenis belut yang sering dijumpai adalah jenis belut sawah.

2. PERSYARATAN LOKASI
1) Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.
2) Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.
3) Suhu udara/temperature optimal untuk pertumbuhan belut yaitu berkisar 25-31 0C.
4) Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm. Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.

3. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus dibedakan antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
2) Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.
3) Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m2. Untuk kolam pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m2. Untuk kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m2. Dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m2. Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya tampungnya 50 ekor/m2, hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran 3-50 cm.
4) Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan dasar bak tidak perlu diplester.
5) Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan lainnya.
6) Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organic + air). Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah. Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.
3.2.  Penyiapan Bibit
1) Menyiapkan Bibit
a.Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan.
b.           Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga bibit diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.
c.Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan. Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran ± 30 cm dan belut jantan berukuran ± 40 cm.
d.           Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m2. Waktu pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-telur ikan belut menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari dengan ukuran anak belut berkisar 1,5–2,5 cm. Dalam ukuran ini belut segera diambil untuk ditempatkan di kolam pendederan calon benih/calon bibit. Anak belut dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak belut tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan atau empat bulan.
2) Perlakuan dan Perawatan Bibit
Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.
3.3. Pemeliharaan Pembesaran
1) Pemupukan
Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organic utama.
2) Pemberian Pakan
Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekali.
3) Pemberian Vaksinasi
4) Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga kolam agar tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak beracun.

4. HAMA DAN PENYAKIT
4.1. Hama
1) Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan belut.
2) Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air dan ikan gabus.
3) Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif tidak banyak diserang hama.
4.2. Penyakit
Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.

5. PANEN
Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :
1) Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.
2) Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi (besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen).
Cara Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing atau kail dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.

6. PASCA PANEN
Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar belut dapat diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.

7. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
7.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Biaya Produksi
a.Pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- = Rp. 28.000,-
b.           Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- =Rp. 225.000,-
c.Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,- = Rp. 45.000,-
d.           Lain-lain Rp. 30.000,-
      Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-
2) Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- Rp. 750.000,-
3) Keuntungan Rp. 422.000,-
4) Parameter Kelayakan Usaha 2,28

7.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan ikan belut semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.


Diposkan oleh Riyanto,SP.

DEMONSTRASI CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP

DEMONSTRASI   CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP BUDIDAYA CACING SUTERA Pendahu...