Bioteknologi adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa genetika
secara terpadu, untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan
manusia. Biokimia mempelajari struktur kimiawi organisme. Rekayasa genetika
adalah aplikasi genetik dengan mentransplantasi gen dari satu organisme ke
organisme lain. Bioteknologi merupakan salah satu bidang sains di mana
benda hidup digunakan untuk menghasilkan produk atau untuk melakukan sesuatu
yang berguna untuk manusia. Tumbuh-tumbuhan, hewan dan juga mikro organisme
seperti bakteria telah digunakan untuk menghasilkan kebaikan yang dapat
digunakan manusia. Dalam bidang industri perobatan dan pertanian, bioteknologi
bantu dalam menghasilkan suplemen makanan, untuk menguji diagnosa penyakit. Bioteknologi
boleh digunakan untuk menyelesaikan masalah dan untuk membantu dalam
penyelidikan berbagai permasalahan.
Ciri utama bioteknologi adalah dengan adanya benda biologi berupa mikroba,
tumbuhan atau hewan serta adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri
dan juga produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian. Dalam
penerapannya sekarang, bioteknologi seringkali dimanfaatkan untuk segala macam
kegiatan atau industri-industri. Seperti industri kesehatan, pertanian, peternakan
dan juga pertanian. Bioteknologi perikanan (aquatic biotechnology) diartikan
sebagai penggunaan organisme (biota) perairan atau bagian dari organisme
perairan, seperti sel dan enzim, untuk membuat atau memodifikasi produk, untuk
memperbaiki kualitas fauna (hewan) dan flora (tumbuhan), atau untuk
mengembangkan organisme guna aplikasi tertentu, termasuk remediasi (perbaikan)
lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan lainnya.
Bioteknologi perairan juga mencakup ekstraksi (pengambilan) bahan-bahan alamiah
(natural products atau bioactive substances) dari organisme perairan untuk
bahan dasar industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, dan lainnya
(fullnews.com). Dengan demikian, aplikasi industri bioteknologi perairan secara
garis besar mencakup ekstraksi bahan-bahan alamiah untuk membantu dalam
penyelidikan berbagai permasalahan.
Bioteknologi
di Bidang Perikanan
Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang
perikanan. Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai
dari rekayasa media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil perikanan.
Pemanfaatan mikroba telah terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya
sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Bioteknologi telah
menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen.
Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya
menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya. Pada tahap pascapanen
hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui proses transformasi
biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup
manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan prinsip dasar ini.
Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan merupakan hasil
bioteknologi. Ketahanan pangan merupakan isu global yang sekarang sedang ramai
dibicarakan. Alasannya jelas, pada tahun 2033 populasi manusia di dunia akan
mencapai sektar 12 miliar jiwa. Sebagian besar penduduk tersebut ada di benua
Asia. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan pangan
penduduk Asia akan melampaui persediaan yang ada. Kondisi ini membuat Negara
Indonesia harus bekerjakeras memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga peristiwa
kelangkaan pangan di atas tidak perlu dialami. Langkah pemerintah untuk
mewujudkan ketahanan pangan sudah mulai terlihat, salah satu komitmennya adalah
meningkatkan produksi ikan menjadi tiga kali lipat dari periode sebelumnya.
Salah satu penyebab rendahnya produksi perikanan Indonesia adalah kemampuan
mengolahnya. Sekitar 20-25 persen produk perikanan tidak dapat dimanfaatkan
karena tidak diolah atau mengalami pembusukan. Ini berarti satu juta ton ikan
terbuang percuma. Beberapa kendala dialami oleh pengusaha pengolah hasil
perikanan untuk menekan persentase ikan yang tidak dapat dimanfaatkan. Kendala
tersebut mulai dari kondisi bahan baku, teknologi pengolahan, sumberdaya
manusia dan tingkat konsumsi ikan. Bioteknologi pengolahan hasil perikanan
(BPHP) merupakan cabang dari bioteknologi pangan yang sudah lama diterapkan
oleh masyarakat Indonesia untuk mengolah hasil perikanan. Beberapa produk yang
telah dihasilkan masyarakat melalui penerapan bioteknologi antara lain peda,
kecap ikan, bekasem, bekasang, terasi dan silase. Meskipun mereka tidak
memahami prinsip ilmiah yang mendasarinya, para pengolah ikan telah
memanfaatkan bioteknologi selama berabad-abad untuk membuat pangan berbahan
baku ikan.Secara garis besarnya BPHP adalah salah satu teknologi untuk mengolah
hasil perikanan menggunakan jasa mahluk hidup, yaitu mikroba. Salah satu sifat
mikroba yang menjadi dasar penggunaan BPHP adalah kemampuannya merombak senyawa
kompleks menjadi senyawa lebih sederhana, sehingga dihasilkan pangan berbentuk
padat, semi padat dan cair.
Mikroba memiliki kemampuan merombak senyawa kompleks (protein, lemak dan
karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana (asam amino, asam lemak dan
glukosa). Perombakan demikian telah merombak hasil perikanan menjadi pangan
yang aman dikonsumsi manusia. Apabila tidak segera dihentikan, mikroba akan
merombak senyawa sederhana tersebut menjadi ammonia, hidrogen sulfida, keton
dan alkohol. Perubahan tersebut menjadikan pangan tersebut tidak layak lagi
dikonsumsi.
Bentuk
Penerapan Bioteknologi di Bidang Perikanan
Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang
perikanan. Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai
dari rekayasa media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil perikanan.
Pemanfaatan mikroba telah terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya
sehingga aman untuk digunakan sebagai media budidaya ikan. Bioteknologi telah
menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen.
Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya
menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya.
Pada tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui
proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan
prinsip dasar ini. Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan
merupakan hasil bioteknologi.
Bioteknologi
pada Rekayasa Genetika Ikan
Genetika merupakan salah satu ilmu dasar yang penting untuk menjelaskan
berbagai pola pewarisan gen dalam populasi, genetik fenotip kualitatif dan
kuantitatif yang mengekspresikan sifat unggul dan landasan teori dasar dari program
seleksi ataupun program persilangan antara spesies atau famili. Gen dan
kromosom ikan direkayasa untuk dimanfaatkan keterkaitannya dengan seleksi
fenotip kuantitatif dan fenotip kualitatif bagi teknik breeding ikan untuk
mendapatkan sifat-sifat superior yang diwariskan dari induk dengan seleksi gen
unggul kepada keturunannya.
Dalam arti luas, modifikasi genetik merujuk pada perubahan genetik organism
yang tidak ditemukan di alam, termasuk hibrida (keturunan orang tua dari
spesies yang berbeda atau sub-spesies). Pengembangan ikan transgenik dimana
para ilmuwan menggunakan teknik DNA rekombinan untuk memasukkan materi genetik
dari satu organisme ke dalam genom ikan atau organisme air lainnya.
Berkembanganya kemampuan memodifikasi hewan secara genetic mengakibatkan pesatnya
penelitian tentang rekayasa genetic organisme akuatik (genetically modified
organism).
Hewan air, terutama ikan
tumbuh dalam sistem akuakultur, menarik perhatian penelitian yang signifikan
karena dua alasan utama. Pertama, ikan bertelur dalam jumlah besar dan telur
yang lebih mudah dimanipulasi, sehingga memudahkan bagi para ilmuwan untuk
memasukkan DNA baru ke dalam telur ikan. Kedua, budidaya merupakan salah satu
sektor yang memproduksi makanan tercepat tumbuh secara global, menunjukkan
meningkatnya permintaan produk akuakultur. Sejak tahun 1984, budidaya komersial
telah berkembang pada tingkat tahunan hampir 10 persen, dibandingkan dengan
tingkat pertumbuhan 3 persen untuk daging ternak dan tingkat 1,6 persen
pertumbuhan untuk penangkapan. Sementara pertumbuhan telah terkonsentrasi di
Asia, perikanan budidaya juga merupakan salah satu sektor yang paling cepat
berkembang dengan total nilai produk yang dijual meningkat dari $ 45.000.000
pada tahun 1974 menjadi lebih dari $ 978.000.000 pada tahun 1998 . Bahkan,
budidaya komersial memproduksi hampir semua ikan lele dan ikan trout serta
sekitar satu-setengah dari udang dan salmon di Amerika Serikat.
1.
Pembenihan Selektif
Pembenihan selektif, yang merupakan pembenihan ikan secara tradisional, pertama
kali dikembangkan pada ikan mas ribuan tahun yang lalu. Namun sampai sekarang
pembenihan selektif hanya diterapkan pada ikan untuk konsumsi seperti ikan
nila, catfish, dantrout sehingga masih banyak ikan budidaya yang pembenihannya
seperti di perairan umum. Program pembenihan secara selektif telah memberikan
peningkatan hasil dan pendapatan yang setabil contohnya terdapat peningkatan
tingkat pertumbuhan 5‑20% pada ikan budidaya seperti Salmon, Nila dan catfish.
1.
Manipulasi
Manipulasi pada bentuk kromosom merupakan teknik yang bisa digunakan untuk
menghasilkan organisme ‘triploid’ yaitu organisme dengan tiga bentuk kromosom
dimana biasanya suatu organisme Cuma memiliki dua bentuk. Triploid umumnya
tidak bisa bereproduksi sehingga ada pemikiran bahwa energi yang dimiliki akan
sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan perkembangan suatu organisme walaupun
belum ada bukti yang menguatkan pemikiran tersebut. Keuntungan triploid lebih
terlihat pada fungsi sterilitasnya meskipun tidak mencapai 100%. Contohnya,
tiram triploid tidak dapat memproduksi gonad sehingga dapat dipasarkan
sepanjang tahun. Hal ini disebabkan produksi gamet (sel kelamin, ovum atau
telur pada betina dan sperma pada jantan) membuat tiram yang matang gonad
memiliki rasa yang tidak enak.
1.
Budidaya Sejenis (monosex
culture)
Dalam budidaya perikanan, budidaya sejenis (monosex culture) biasanya lebih
menguntungkan dari pada budidaya lainnya. Sebagai contoh, Ikan sturgeon betina
menghasilkan caviar, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat daripada betina, ikan
salmon dan trout betina lebih cepat tumbuh daripada ikan jantan. Produksi ikan
secara monosek memberikan banyak keuntungan dan dapat dilakukan dengan cara
memanipulasi perkembangan gamet dan embrio. Pemanipulasian dilakukan dalam
bentuk denaturalisasi DNA sel kelamin yang dilanjutkan dengan manipulasi bentuk
kromosom atau sex reversal menggunakan hormone dan tindakan pembenihan.
Penggunaan hormon yang tepat dengan ketat dapat merubah sifat fenotip kelamin
ikan. Contohnya, secara genetik ikan nila jantan akan berubah secara fisik
menjadi betina dengan pemberian hormone estrogen. Ikan‑ikan jantan ini
dikawinkan dengan ikan jantan alami untuk menghasilkan semua anakan ikan nila
jantan yang tumbuh lebihcepat dan dapat menghindari perkawinan yang tidak
diinginkan yang biasa terjadi pada budidaya nila secara multi‑sex. Pada
budidaya ikan nila multi‑sex, perkawinan ikan‑ikan berukuran kecil sering
terjadi dan menyebabkan kepadatan yang berlebih. Beberapa anakan jantan dari
proses ini memiliki dua kromosom jantan sehingga dapat dijadikansebagai induk
untuk pembenihan selanjutnya. Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua
populasi jantan bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan
hormon (Bocek, 2010 : 3-6).
1.
Hibridasi
Hibridasi merupakan
bioteknologi genetik yang semakin mudah dilakukan dengan berkembangnya teknik
pembenihan buatan seperti penggunaan kelenjar hipopisa atau hormon lainnya yang
merangsang perkembangan gamet dan mendorong pemijahan (pengeluaran telur ikan).
Hibridasi bisa digunakan juga untuk menghasilkan anakan satu jenis kelamin
(Hibridasi pada ikan nila Nile dan Nila biru)(Ayoola, S.O dan Idowo, A.A.,
2008).
1.
Hipofisa
Hipofisasi adalah proses
penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada ikan untuk merangsang kematangan
gonad. Praktikum ini mengajarkan cara mengambil kelenjar hipofisa pada ikan
Mas, Ikan Lele dan Ikan Patin. Contohnya pada ikan Lele.Kepala Ikan Lele
dipotong mulai dari mulutnya.Semua bagian mulut, insang dan aborensen
organ dibuang hingga hanya menyisakan tulang tempurung kepalanya.Tulang yang
melindungi rongga otak dikerok dari bagian dalam kepala hingga
otaknya terlihat.Otak dikeluarkan dengan bantuan tusuk gigi.Prosedur
terakhir adalah mengeluarkan kelenjar hipofisa dengan bantuan tusuk
gigi.Kelenjar hipofisa memiliki bentuk bulat dan berwarna putih.
1.
Perkembangan Teknologi
Transgenik
Rekayasa genetik
merupakan sebuah istilah yang samar dan pengertiannya menjadi hampir mirip
dengan transgenik (transfer gen) seperti ikan trangenik atau Modifikasi
Organisme secara Genetik (GMOs). Teknologi ini sedang berkembang dengan cepat
dan memungkinkan merubah gen‑gen species yang memiliki keterikatan yang jauh;
contohnya, sebuah gen yang menghasilkan protein antibeku telah ditransfer dari
ikan laut yang tahan dingin ke buah strawberry. Transfer gen pada ikan biasanya
mencakup gen yang menghasilkan hormon pertumbuhan dan hal ini telah dibuktikan
dengan peningkatan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan mas, catfish,
salmom, ikan nila, mudloach,dan trout. Gen anti‑beku yang diterapkan pada
tanaman juga diterapkan pada ikan salmon dengan harapan dapat memperluas
pembudidayaan ikan tersebut. Produksi protein gen ini tidak cukup untuk
memperluas jangkauan ikan salmon di perairan dingin tetapi gen ini memungkinkan
salmon untuk terus berkembang selama musim dingin dimana ikan salmon non‑transgenik
(Zohar, 2013 : 32-38).
TEKNIK
TRANSFER GEN
1.
Mikroinjeksi
Teknik mikroinjeksi yang
dikembangakan dari teknik produksi tikus transgenik merupakan teknik yang umum
digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen yang akan diintroduksi disuntikan
ke sel mengunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar
0,05–0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan sebuah
mikromani-pulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan
disuntikkan. Namun demikian, terdapat dua masalah dalam pengaplikasian teknik
ini pada ikan (Yoshizaki 1998).Masalah pertama adalah inti telur ikan yang
telah dibuahi relatif sulit diidentifikasi dimikroskop karena ukurannya kecil
dan volume sitoplasma besar (Hacket 1993). Korion telur sangat keras dan sulit
ditembus oleh mikropipet merupakan masalah kedua yang dihadapi pada kan.
Untuk mengatasi masalah
tersebut di atas, beberapa cara telah dikembangkan untuk beberapa spesies
berbeda. Beberapa peneliti menyuntikan gen ke inti telur medaka yang belum
matang. Telur yang belum matang tersebut diinkubasi secara in vitro.
Pada fase ini inti telur (disebut sebagai germinal vesicle) sudah
kelihatan dan akan matang secara spontan dengan cara in vitro.
Sebagai tambahan, telur medaka sangat keras setelah dibuahi sehingga
penyuntikan pada saat tersebut dengan korion yang lembut akan lebih mudah. Akan
tetapi, induksi pematangan telur secara in vitro memerlukan
prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada spesies tertentu.
Oleh karena itu, kelompok peneliti lain membuat ikan transgenik dengan cara
menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke sitiplansma telur yang telah
dibuahi sebagai alternatif penyuntikan ke inti telur.
2.
Elektroforesis
Metode lain yang juga
popular digunakan dalam pembuatan ikan transgenik adalah elektroforesis.
Prinsip metode ini adalah membuat reparable-holes pada membran
sel dengan bantuan aliran listrik yang bergetar (electric pulse).Sel
disuspensikan dalam larutan DNA, dan larutan ini dapat masuk ke sel melalui
lubang yang telah terbentuk. Pada awalnya, metoda ini dikembangkan untuk kultur
sel; namun demikian teknik ini dapat juga diaplikasikan untuk telur dan sperma
ikan. Teknik eletroforesis telah digunakan dalam beberapa spesies ekonomis
penting seperti channel catfish, carp (Powers et al. 1992), dan
salmon (Sin et al. 1993; Symonds et al. 1994). Powers
et al. (1992) memproduksi ikan transgenic channel catfish dan carp dengan
melakukan elektroforesis mengguna-kan telur yang telah dibuahi. Dalam beberapa
kasus, tingkat kelangsungan hidup dan transformasi yang diperoleh dengan
elektroforesis tidak setinggi dengan level yang diperoleh dengan teknik
mikroinjeksi. Baru-baru ini, laboratorium kami telah mengembangkan teknik
elektroforesis ini untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan menggunakan
sperma yang telah direhidrasi (Kang et al. 1999). Pertama-tama
sperma ikan mas dihidrasi dalam larutan hiperosmotik dan dilanjutkan dengan
rehidrasi dengan larutan hyposmotik yang mengandung DNA untuk mengembalikan
tekanan osmotic cairan seminal ke kondisi awal. Elektroforesis dilakukan pada
saat proses rehidrasi. Tingkat keber-hasilan transfer yang dianalisis menggunakan
ikan umur 30 hari adalah sekitar 66%, sedangkan teknik elektro-foresis yang
biasa pada kondisi isotonic hanya 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa
elektroforesis selama rehidrasi dapat meningkatkan penyerapan DNAyang juga
berarti meningkatkan frekuensi transfer gen. Meskipun teknik ini belum
sempurna, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa cara ini cukup efektif.
Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat keberhasilan
yang lebih baik dengan metode ini.
3.
Metode Alternatif
Kedua metode transfer gen
yang dipaparkan di atas telah digunakan secara rutin pada ikan. Akan tetapi
akan menghadapi masalah bila menggunakan ikan yang perkembangan embrionya
terjadi di dalam tubuh induknya seperti pada gapi, platy dan swordtail. Juga,
umumnya spesies Crustasea yang penting untuk akuakultur seperti udang dan
lobster tidak melepaskan telurnya yang baru terbuahi. Akibatnya, transfer gen
tidak bisa dilakukan dengan cara mikroinjeksi atau elektroforesis. Alternatif
metode transfer gen untuk spesies seperti itu telah dikembangakan oleh
Burns et al. (1993) dengan menggunakan bantuan sebuah vektor yang
dikenal sebagai replication-defective pantropic retroviral. Vektor
ini telah menunjukkan hasil yang efektif dalam menginfeksi sel lines ikan,
kadal air, kodok (Xenopus) dan nyamuk (Burns et al., 1993,
1994; Matsubara et al. 1996), dan telur ikan yang baru dibuahi
seperti medaka, zebra dan kerang, Mulina lateralis (Burns et
al. 1993; Lin et al. 1994; Lu at al. 1996, 1997),
dan sukses menghasilkan transgen. Baru-baru ini juga Sarmasiket al.
(2001) telah berhasil memproduksi ikan transgenik dengan menyuntukan vektor
tersebut ke daerah sekitar gonad ikan gapi (Poecilia lucidai) dan
crayfish (Procambarus clarkii). Lu et al. (2002) juga
berhasil membuat ikan silver sea bream transgenik dengan menyuntikkan cDNA
(hormone pertumbuhan ikan rainbow trout dengan promoter ikan mas -actin) yang
dicampurkan dengan liposom ke gonad ikan, dan cara ini disebut sebagai
“testis-mediated gene transfer”. Hasil yang diperoleh dengan cara ini relatif
sama dengan hasil yang diperoleh dengan cara elektroforesis (Lu et al.
2002) (Alimuddin dkk, 2003: 42-43)
2.2.2
Bioteknologi pada Media Budidaya Ikan (Pra panen)
Bioteknologi merupakan kajian ilmu tentang kehidupan makhluk hidup yang
bersandar pada kemampuan dari kemajuan teknologi dimana memadukan pengetahuan
alam khususnya makhluk hidup dengan teknologi. Dan bioteknologi perikanan
merupakan perpaduan kemajuan teknologi dengan kehidupan makhluk hidup dalam
sektor perikanan dimanaperanananya sanagat luas dimulai dari reakayasa media
budaidaya perikanan hingga sampai pada pasca panen hasil perikanan. Dari
bioteknologi perikanan dapat memudahkan manusia dalam memproduksi hasil
perikanan menjadi lebih efektif dan efisien terlihat dalam hal seperti budidaya
perikanan, pengolahan dan pemanfaatan limbah, pengolahan hasil perikanan, dan
lain sebagainya, dalam arti sempitnya bioteknologi perikanan merupakan ilmu
yang dibutuhkan di setiap rantai produksi dari hulu ke hilir. Media dari
bioteknologi perikanan salah satunya berupa mikroba yang telah terbukti
mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk digunakan sebagai
media budidaya ikan. Pada tahap pasca panen hasil perikanan, bioteknologi mampu
mengubah ikan melalui proses transformasi biologi sehingga menghasilkan produk
yang aman untuk dikonsumsi dan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Contoh contoh produk dalam bidang perikanan yang
dihasilkan melalui konsep dan prinsip bioteknologi dengam menggunakan mikroba.
Seperti peda, kecap ikan dan terasi ikan. Mikroba mempunyai peranan khusus
dalam kinerja hasil dari bioteknologi perikanan itu sendiri. Produk perikanan
yang memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi adalah probiotik yang
dapat dijadikan sebagai suplemen makhluk hidup. Tentunya banyak jenis probiotik
yang digunakan. Probiotik membantu atau berperan mengurai zat makanan menjadi
lebih sederhana sehingga mudah dicerna.
Probiotik sendiri adalah
biakan mikroba menguntungkan yang diberikan sebagai suplemen makanan yang
mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan mahluk hidup, baik manusia,
binatang dan tumbuhan. Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik adalah
mikroba yang memiliki sifat menguntungkan. Contoh mikroba yang termasuk
probiotik antara lain Lactobacilli dan Bifidobacteria.
Dalam perikanan probiotik
menghasilkan komposisi zat makanan yang lebih sederhana (asam amino, asam
lemak, gula-gula sederhana, vitamin dan mineral organik),probiotik juga
digunakan untuk produk perikanan seperti terasi, bekasam, vaksin untuk ikan,
pakan ikan, dll.
Berikut peranan
mikroba tersebut :
1.
Penghancur limbah
organik,
Dalamsegi ekologis
perairan limbah merupakan faktor penghambat dalam dunia perikanan, terlebih
lagi itu merupakan limbah yang sulit dilakukan oleh tangan manusia itu sendiri.
Mikroba dalam hal ini, dapat menjadi dekomposer positif dengan mengurai
limbah menjadi bahan yang ramah lingkungan.
1.
Recycling hara
Di dunia perikanan hara
merupakan nutrien dan dalam rantai makanan, hara merupakan faktor primer dalam
kelangsungan produktivitas rantai produksi perikanan. Namun, hara dapat menjadi
zat yang sangat beracun apabila dalam kuantitas yang sangat banyak dan beresiko
menyebabkandepletion oxygen (penurunan kadar oksigen) di perairan. Mikroba
dalam hal ini dapat membantu percepatan unsur hara ini untuk mendaur ulang hara
tersebut menjadi energi fosil walaupun membutuhkan waktu yang sangat panjang,
namun proses ini tidak lepas dari peranan mikroba tersebut.
1.
Merangsang pertumbuhan
Dalam budidaya terutama,
mikroba dapat merangsang pertumbuhan untuk cepat tumbuh dan berkembang menjadi
potensi produksi yang sangat besar.Dengan memberikan mikroba diharapkan
komoditas perikanan mampu cepat tumbuh dan bereproduksi dengan hasil yang diharapkan.
1.
Biokontrol pathogen
Mikroba dalam hal ini
banyak berperan dalam pengolahan hasil perikanan dimana hasil perikanan pasca
panen yang menjadi keresahan masyarakat dalam hal pendistribusian hasil
perikanan mereka karena sifat alami dari produk/komoditas perikanan sendiri
yang cepat busuk, namun bioteknologi hal ini menjawab keresahan masyarakat
dengan mendatangkan mikroba sebagai kompetitor dari bakteri patogen tersebut
sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dapat terkontrol dan diredam
kuantitasnya dengan mengisolasi bakteri patogen, agar outputnya produk
perikanan dapat tahan lama dan pendistribusiannya dapat lebih lancar terlebih
lagi yaitu sehat dan higienis.
Rekayasa yang dilakukan
oleh manusia untuk memanfaatkan mikroba sebagaiagen bioteknologi yaitu:
Dengan menggunakan teknik
transgenik pada ikan yang telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu
kepada organisme hidup lainnya. serta mengamati fungsinya secara in vitro.
Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam
telur untuk memproduksi telur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu:
o
Isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur.
o
Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi
gen asing tadi.
o
Keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.
Kedua adalah terasi ikan,
mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan terasi yaitu bakteri Lactobacillus dan
bakteri mesofil. Mikroorganisme dimanfaatkan untuk mengubah laktosa menjadi
asam laktat, Mikroorganisme digunakan pada saat pematangan yaitu dalam
proses pembentukan aroma khas terasi.
2.2.3
Produk bioteknologi pasca panen
Produk perikanan yang
memanfaatkan mikroba sebagai agen bioteknologi dan peranannya dalam produksi
pasca panen anatar lain:
1.
Terasi
Proses pembuatan terasi
dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi
turunan-turunannya, seperti pepton, pe[tida dan asam-asam amino. Fermentasi
juga menghasilkan ammonia yang menyebabkan terasi
berbau merangsang.Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap
dan menimbulkan cita rasa.Adapun proses pembutaan terasi adalah sebagai
berikut:
1.
Udang rebon atau ikan teri dicuci hingga bersih, kemudian
dijemur sampai kering dibawah sinar matahari. Penjemuran dilakukan selama 2-3
hari.
2.
Bahan tersebut kemudian dicampur dengan garam sebanyak 13% fan
tepung sambil diremas-remas. Pada terasi bermutu rendah sering ditambahkan
bahan-bahan lain supaya volumenya meningkat.
3.
Kedalam campuran ini dtambahkan sedikit air dan diaduk terus
menerus sampai membentuk adonan yang kompak dan padat. Adonan ini kemudian
dijemur dalam bentuk lempengan-lempangan kecil selama 3-4 hari.
4.
Setelah selesei masa penjemuran, lempengan-lempengan adonan tadi
dirtumbuk halus dan diberi sedikit air sampai membentuk adonan yang menggumpal
dan kokoh. Adonan tersebut dibungkus dengan dun pisang kering/plastik
2.
Peda
Peda merupakan produk
fermentasi dengan bahan baku ikan. Pada umumnya dibuat untuk ikan yang berkadar
lemak tinggi. Selama atau pada waktu fermentasi akan terjadi perubahan kimia
antara lain proses reaksi pada lemak yang memberikan cita rasa khas. Jenis ikan
yang dapat diolah menjadi ikan peda antara ain ikan Kembung, ikan Layang,
Selar, ikan Mas, Tawes dan ikan Mujair. Tetapi ternyata hasil yang paling
memuaskan adalah ikan Kembung, baik Kembung betina maupun jantan. Sedangkan
untuk jenis ikan lainnya memiliki cita rasa yang masih kalah dengan ikan
Kembung bila diolah menjadi peda. Berdasarkan pembuatannya dikenal dua jenis
peda, yaitu peda putih dan peda merah.Perbedaan tersebut dikarenakan bahan baku
yang digunakan.
3.
Bekasam
Bahan baku yang digunakan
untuk membuat bekasam pada umumnya adalah ikan air tawar. Proses pengolahan ini
umumnya menggunakan bahan-bahan tambahan untuk berhasilnya fermentasi misalnya
sumber karbohidrat, dan berjalan anaerobik, karbohidrat tersebut akan diuraikan
menjadi gula sederhana dan selanjutnya menjadi alkohol dan asam, basil
fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet ikan dan juga memberi rasa
dan aroma khas. Karbohidrat yang ditambahkan pada umumnya nasi, beras sangrai
dan tape ketan.
4.
Petis
Petis merupakan produk
mirip kecap, tetapi umumnya lebih kental, dibuat dari pemakatan air rebusan
ikan dalam pembuatan pindang atau pembuatan ebi.Petis merupakan bahan
makanan yang umunya digunakan sebagai perangsang makanan (bumbu masak) yang
sedap, bergizi dan mempunyai nilai yang lebih tinggi.
5.
Kecap ikan
Kecap ikan adalah kecap
yang terbuat dari ikan. Adapun proses pembutannya adalah sebagai berikut:
Proses
pembuatan Kecap Ikan
1.
Pengolahan ikan segar
Dipilih ikan yang segar
yang dapat diperoleh dari berbagai jenis ikan sehingga dapat menggunakan hasil
tangkapan yang bernilai ekonomis rendah, daya simpan lama, memiliki cita rasa
dan aroma yang enak.
2.
Pencucian dan penyortiran
Dalam tahap ini dilakukan
pencucian dan pemisahan antara ikan berukuran besar dan kecil.
1.
Bila menggunakan ikan ukuran sedang dan besar,
ikan harus disiangi untuk membuang jeroan, insang dan penghilangan
tulang-tulang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong
berukuran 3-4 cm.
2.
Bila menggunakan ikan berukuran
kecil (teri) ikan cukup dicuci dan ditiriskan
3.
Penyusunan dalam
Fermentor
o
Kecap No. 1
Dasar wadah fermentor ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk halus setinggi
0,25 cm, kemudian ikan disusun membentuk
satu lapisan.Di atas lapisan ini
ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara
merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya
sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20 %
dari berat ikan karena pada proses penggaraman pada pengolahan ikan akan
menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan
lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40
bagian dari berat ikan artinya pada proses ini setiap 1 kg ikan membutuhkan 200
g garam halus.
o
Kecap No. 2
Ikan-ikan yang belum
hancur, dapat ditambahkan garam 5% dari berat ikan semula. Kemudian Dilakukan
perlakuan yang sama seperti pada fermentasi kecap no 1.
4.
Penutupan fermentor dan
diberi pemberat
Wadah ditutup rapat ini
berfungsi agar udara dari luar tidak masuk. Karena ketersediaaan oksigen harus
diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme
yang digunakan. Untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen
selama proses fermentasi berlangsung.
5.
Proses fermentasi
Disimpan (difermentasi)
selama 3-6 bulan. Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan
oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini
adalah sebagai pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih
sederhana.Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui
sepenuhnya.Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat
seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus
plantarum berkembang.Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang
dalam fermentasi.
6.
Penyaringan
Setelah masa
fermentsi tersebut, saluran cairan pada
bagian wadah dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui
kain saring (2 lapis). Penyaringan berfungsi agar mendapatkan kecap ikan yang
jernih bebas dari ampas dan kotoran lainnya.
7.
Pembotolan dan
pasteurisasi
Kecap yang
masih panas segera dimasukkan ke dalam
botol, kemudian ditutup rapat dan diberi label. Proses pasterisasidapat
dilakukan dengan cara pemanasan botol. Pasterisasi berfungsi untuk membunuh
kuman atau bakteri dari luar yang dapat merusak kualitas kecap ikan (Rahman,
2014)
Semua produk-produk diatas merupakan hasil fermentasi. Fermentasi merupakan
suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari
bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh
ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim
yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam
keadaan yang terkontrol atau diatur.
Cara fermentasi pada
dasarnya hanya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau
transformasi yang nantinya akan mampu menghasilkan suatu produk dengan bentuk
dan sifat yang sama sekali berbeda (berubah) darikeadaan awalnya. Misalnya saja
dalam pengolahan terasi, kecap ikan dan ikan peda.
2.
Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa, secara
nyata akan memiliki kemampuan atau daya awet dalam produk yang diolah tersebut,
misalnya dalam pembuatan ikan peda. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan
merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap
senyawa-senyawa komplek terutama protein menjadi senyawasenyawa yang lebih
sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan
terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino
akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam
pembentukan cita rasa produk.
Proses fermentasi ikan
yang merupakan proses biologis atau semibiologis padaprinsipnya dapat dibedakan
atas empat golongan, yaitu sebagai berikut :
1.
Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam
pembuatan peda, kecap ikan, terasi dan bekasem.Fermentasi garam dapat dibedakan
dengan dua cara, yaitu :
2.
Fermentasi dengan cara penggaraman kering, biasanya dilakukan
terhadap ikanikan yang mempunyai kandungan lemakrendah.
3.
Fermentasi dengan cara penggaraman basah, yaitu merendam di
dalam larutan garam dan cara tersebut biasanya dilakuka terhadap ikan-ikan
berlemak tinggi.
4.
Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam
pembuatan silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format.
5.
Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam
pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
6.
Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan bekasem
dan chao teri.
Produk fermentasi yang
menggunakan kadar garam tinggi mengakibatkan rasa asin, sehingga sumber protein
yang diambil hanya sedikit.Fermentasi menggunakan asam organic belum popular
dikalangan nelayan.Cara pengolahan dengan menggunakan prinsip
fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah proses fermentasi menggunakan
bakteri asam laktat.
2.3
Manfaat dan Efek Samping Bioteknologi di Bidang Perikanan
2.3.1
Manfaat
Bioteknologi telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan
melalui rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh
cepat, warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya. Pada
tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui
proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia. Sudah sejak abad 11, manusia sebetulnya menggunakan
prinsip dasar ini. Pembuatan pangan seperti peda, kecap ikan, terasi ikan
merupakan hasil bioteknologi.
Ketahanan pangan merupakan isu global yang sekarang sedang ramai dibicarakan.
Alasannya jelas, pada tahun 2033 populasi manusia di dunia akan mencapai sektar
12 miliar jiwa. Sebagian besar penduduk tersebut adal di benua Asia.
Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan pangan
penduduk Asia akan melampaui persediaan yang ada.
Kondisi ini membuat Negara Indonesia harus bekerjakeras memenuhi kebutuhan
pangannya, sehingga peristiwa kelangkaan pangan di atas tidak perlu dialami.
Langkah pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan sudah mulai terlihat,
salah satu komitmennya adalah meningkatkan produksi ikan menjadi tiga kali
lipat dari periode sebelumnya.
2.3.2
Dampak negatif
Dalam bidang perikanan,
kebutuhan adanya penerapan teknologi sangat dinantikan, mengingat adanya
penangkapan ikan yang melebihi potensi lestari (over fishing), banyaknya
terumbu karang yang rusak dan dengan adanya peningkatan konsumsi ikan.Menteri
Kelautan dan Perikanan, Sarwono mengakui adanya kebutuhan penerapan teknologi,
tetapi beliau juga mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.
Penelitian bioteknologi
dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu: akuakultur,
pemanfaatan produksi alam dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomi
tinggi. Pengembangan bioteknologi di bidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi,
rekayasa kromosom dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat
dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan.
Pada akuakultur, program
peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin,
imunostimulan, probiotik dan bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi
antibiotik spesifik dan hanya efektif untuk mencegah satu patogen tertentu.
Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non spesifik,
misalnya lipopolysaccharide dan B-glucan yang telah diterapkan untuk ikan
dan udang di Indonesia. Probiotik diaplikasikan pada pakan atau dalam
lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang mikroba dalam pencernaan dan
lingkungan perairan.
Pada tahun 1980
penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gen
tertentu kepada organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in
vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi diinjeksi secara makro ke
dalam telur untuk memproduksi galur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen
(clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur, 2) identifikasi gen pada anak ikan
yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi, dan 3) keragaman
dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut (Shandy, 2012)
Bioteknologi telah banyak
menghasilkan produk untuk meningkatkan kesejahteraanrakyat.Namun, perlu
diperhatikan juga dampak negatif dari produk-produk tersebut.Berikut dampak
negatif yang mungkin diakibatkan dari produk bioteknologi.
1.
Alergi
Gen asing yang disisipkan pada organisme yang menjadi makanan manusia dapat menyebabkan
alergi pada individu tertentu. Untuk mencegahnya, perlu dilakukan pengujian
dalam jangka waktu yang lama.Hal ini dilakukan untuk memastikan ada
tidaknya dampak atau efek negatif dari produk tersebut.Selain itu, produk yang
mengandung organisme hasil rekayasa genetika harus diberi label dengan jelas
guna memberi informasi kepada konsumen mengenai produk yang dikonsumsi.
2.
Hilangnya Plasma Nutfah
Plasma nutfah atau keanekaragaman makhluk hidup dapat musnah akibat dari
perkembangan bioteknologi karena hanya mempertahankan organisme yang unggul
saja. Sedangkan organisme tidak unggul akan punah. Hilangnya plasma nutfah
dapat ditanggulangi dengan cara melakukan pemeliharaan berbagai jenis hewan dan
tumbuhan di suatu situs konservasi tertentu
3.
Rusaknya Ekosistem
Gangguan terhadap kondisi normal lingkungan dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem. Contohnya adalah tanaman kapas Bt dapat membunuh hama ulat yang
memakannya. Namun kapas Bt juga berpotensi menyebabkan larva kupu-kupu lain matiyang
merupakan organisme nontarget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar