Rabu, 23 Maret 2016

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN TERIPANG


PENANGANAN DAN PENGOLAHAN TERIPANG
A. Peralatan yang diperlukan
·      Wadah penampungan. Penampungan teripang yang baru ditangkap dapat dilakukan dengan menggunakan perahu atau juga tong plastik maupunwadah berinsulasi. Penggunaan tong plastik atau wadah berinsulasi. Penggunaan tong plastik atau wadah berinsulasi sekaligus dapat langsung digunakan untuk wadah selama transportasi.
·     Wadah pencucian. Wadah pencucian dapat berupa drum yang terbuat dari aluminium, plastik ataupun fibreglass dan tidak dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari bahan yang mudah berkarat, seperti seng.
·      Pisau pembelah. Pisau pembelah harus tidak terbuat dari bahan yang mudah berkarat (sebaiknya stainless steel), kuat dan tajam dengan bagian ujung yang runcing.
·    Wadah perebusan. Wadah perebusan harus terbuat dari aluminium atau stainless steel dengan ukuran yang disesuaikan kapasitas pengolahan.
·    Alat pengasapan. Alat pengasapan dapat berupa alat pengasap terbuka, drum pengasap, lemari pengasapan ataupun rumah pengasapan. Alat pengasapan terbuka tidak dianjurkan mengingat alat ini sulit dalam pengontrolan suhu, dapat terkontaminasi kotoran dari luar dan pemakaian asap tidak efisien (banyak terbuang).
·      Alat pengeringan. Pengeringan dapat menggunakan sinar matahari diatas para-para dengan ketinggian=l meter, atau menggunakan alat pengering mekanis (mechanical dryer)
B.Teknik Penanganan dan Pengolahan
Untuk mendapatkan mutu teripang kering yang baik, maka cara pemilihan dan penanganan bahan baku, cara penanganan awal, cara pengolahan dan cara penggudangan harus benar-benar diperhatikan. Kesalahan yang mungkin tidak disengaja ataupun yang tidak diketahui dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar.
Pada umumnya teripang kering yang dihasilkan nelayan pengolah tradisional masih belum baik mutunya, sehingga seringkali masih harus diperbaiki mutunya oleh para pengumpul atau eksortir. Perbaikan mutu tersebut biasanya berupa pembersihan dari kotoran yang menempel pada teripang dan dilakukan pengeringan tambahan, karena teripang tersebut masih belum cukup kering atau menjadi basah kembali selama dalam penggudangan karena sifatnya yang higroskopis.
a)   Pemilihan dan penanganan bahan baku
Bahan baku teripang sebaiknya berupateripang hidup yang ditangkap dari perairan yang tidaktercemar. Mengingat teripang biasanya hidup di dasar perairan, sehingga kemung kinan tercemar logam berat seperti mercuri ( Hg ), timbal (Pb), Cadmium ( Cd ) dll, selalu ads apabila perairan disekitarnya telah tercemar.
Dalam penangkapan/pemanenan teripang bisanya dilakukan dengan cara menyelam dan menangkapnya langsung dengan tangan. Sebagian nelayan melakukan penangkapan dengan menggunakan tombak atau trisula, sehingga cara penangkapan ini dapat melukai teripang dan mengakibatkan teripang mat! dan cepat mengalami pembusukan. Selain itu, adanya luka akan membuat penampakan pada produk akhir tidak baik, yang umumnya tidak disukai pembeli.
Teripang yang akan diolah diusahakan dipertahankan dalam kondisi hidup, apabila kondisi hidup teripang sulit dipertahankan sampai ke unit pengolahan, misalnya karena jauhnya lokasi penangkapan atau karena faktor lain, maka sebaiknya segera dilakukan pembuangan isi perut, segera dicuci bersih dan diberi garam 3 – 10% dari berat teripang. Untuk mempertahankan teripang tetap hidup,dapat dilakukan dengan memasukkan teripang kedalam wadah penampungan yang berisi air laut bersih.
b)   Pembuangan isi perut (eviscerasi).
Pembuangan isi perut dapat dilakukan pada teripang mentah atau setelah perebusan. Cara yang kedua lebih mudah dilakukan, karena teksturnya lebih kenyal, akan tetapi dianjurkan untuk melakukan cara yang pertama, yaitu pembuangan perut isi perut sebelum perebusan, walaupun memerlukanteknikdsn ketrampilan agar belahan/ irisan dapat rapi.
Pengeluaran isi perut dilakukan dengan cara pembelahan melalui irisan pada bagian perutnya memanjang denganpanjangsecukupnya. Pisau yang digunakan harus tajam dan tipis.
Isi perut dikeluarkan dan segera dicuci bersih pada bagian dinding perut sampai bebas dari darah dan sisa isi perut. Air yang digunakan dapat berupa air tawar atau air laut yang bersih dan kalau memungkinkan digunakan air mengalir atau menggunakan air dalam bak yang sering diganti.
Beberapa nelayan pengolah membuang isi perut teripang dengan cara melubangi pada bagian ujung teripang dengan alat pelubang dari bambu atau kayu dan kemudian isi perut dikeluarkan dengan cara menekan (memeras) tubuh teripang. Cara seperti ini kurang baik, karena isi perut tidak dapat dikeluarkan seluruhnya dan sisa isi perut akan mempercepat proses pembusukan. Disamping itu akibat penekanan (pemerasan) akan merusak tekstur dan penampakan produk akhir.
c)   Perebusan
Perebusan teripang bertujuan untuk membuat tekstur teripang menjadi kenyal, memberikan sedikit rasa asin yang sekaligus dapat berfungsi untuk membunuh dan mencegah tumbuhnya mikro organisme pembusuk. Perebusan dilakukan dalam air mendidih dengan konsentrasi garam ±15% selama 20 – 30 menit tergantung dari besar dan jumlah teripang sampai semua teripang menjadi kenyal teksturnya. Setelah perebusan selesai dilakukan penirisan sampai tidak ada lagi air yang menetes dan selanjutnya diteruskan dengan pengasapan.
d)   Pengasapan
Pengasapan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi (menurunkan) kadar air, disamping itu pengasapan juga berfungsi memberikan rasa dan bau (flavour) yang spesifik yang umumnya dikehendaki oleh konsumen. Pengasapan dapat dilakukan dengan alai pengasapan (lemari pengasap) selama 10 – 20 jam dengan ketebalan asap sedang dan suhu 60 – 80° (pengasapan panas).
Biasanya para nelayan pengblah tradisional menggunakan alat pengasap terbaka, cara ini kurang baik disamping sulit dikontrol suhunya, teripang.¢ang diesap juga akan terkena kotoran dari luar serta pemakaian asapnya menjadi tidak efisien, karena banyak terbuang.
Sebagai bahan bakar dapat digunakan sabut kelapa, serbuk gergaji, kayu baker dan bahan lainnya dan sedapat mungkin dihindari pemakaian bahan/kayu yang bergetah. Menurut Dagoon (1990), mencoba menggunakan serbuk gergaji dan daun jambu biji segar yang ditaburkan diatas bare arang, sebagai bahan pengasap akan dapat menghasilkan teripang kering yang berkualitas tinggi.
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengasapan, antara lain :
·         Ketebalan asap diusahakan konstan selama pengasapan dan seluruh permukaan teripang harus berkontak langsung dengan asap.
·         Suhu pengasapan dipertahankan 60 – 80° C dengan jalan mengatur bara api serta ventilasi yang ada pada lemari pengasap (bila menggunakan, lemari pengasap). Teripang diusahakanjangan sampai terbakar, karena akan merusak penampakan dan mengganggu keluarnya air dari tubuh teripang pada saat pengeringan.
·         Diusahakan agar tidak banyak debu/kotoran yang masuk ke dalam lemari pengasap.
·         Bahan bakar harus dibersihkan dan kotoran lain yang dapat mencemari teripang, seperti jamur dll.
e)   Pengeringan
Tahap akhir pada pengolahan teripang kering adalah proses pengeringan, atau proses penurunan kadar air. Proses ini harus dilakukan secara bertahap yadu perebusan, pengasapan dan pengeringan (penjemuran). Hal ini dilakukan agar air dapat keluar secara sempurna dan tidak hanya pada permukaan tubuh teripang saja, tetapi juga pada bagian daging ditengahnya.
Pengeringan teripang dapat dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering mekanis (mechanical dryer). Pada pengeringan dengan sinar matahari, teripang diletakkan diatas parapara dengan ketinggian ± 1 meter. Pengeringan dengan cara ini memakan waktu 2 – 3 hari tergantung cuaca dan ukuran teripang. Apabila dalam pengeringan menggunakan mechanical dryer agar suhu pengeringan disesuaikan dengan panes matahari (± 50°C).
Biasanya alat ini dipakai hanya pada waktu tertentu, misalnya musim hujan, atau karena terbatasnya ruangan penjemuran.Penjemuran/pengeringan dilakukan secara terus menerus sampai kadar air teripang dibawah 20%.
f)    Penggudangan
Teripang kering yang akan disimpan di dalam gudang, agar dikemas tedebih dahulu dalam karung plastik kemudian karung tersebut disusun diatas rak-rak dalam gudang dan selanjutnya tumpukan karung ditutup dengan terpal pada bagian atasnya.
Pada prinsipnya teripang kering harus disimpan pada suhu ruangan yang tidak terlalu tinggi dengan kelembaban (RH) rendah. Hal ini sangat perlu diperhatikan, karena teripang kering mengandung garam dan juga mengandung “collagen” yang sangat higroskopis, sehingga akan dapat menyerap uap air dari udara.
Tingginya penolakan yang cilakukan eksportir atau pengumpul terhadap hasil olahan nelayan pengolah tradisional, diduga disebabkan karena kesalahan selama dalam penggudangan. Untuk dapat mencapai kondisi gudang yang memenuhi syarat sebagai tempat penyimpanan teripang kering, make ada beberapa he] yang perlu ciperhatikan, antara lain :
·         Gudang harus terlindung dari sinar matahari dan tidak bocor bila hujan.
·         Gudang harus mempunyai ventilasi cukup untuk mengurangi peningkatan kelembaban (RH).
·         Gudang harus dapat tertutup rapat agar terhindar dari binatang perusak (rodent atau hewan piaraan).
·         Teripang harus dikemas secara baik-baik dan diletakkan diatas rak-rak, tidak diletakkan langsung diatas lantai.
Kandungan Nutrisi dan Mutu Teripang Kering
Teripang kering mempunyai kandungan nutrisi sebagai berikut : Kadar air (8,90%), protein (82,00%), lemak (1,70%), abu (8,60%), karbohidrat (4,80%), vitamin A (455 ug%), vitamin B(yaitu thiamine 0,04 mg%, riboflavin 0,07 mg%, niacin 0,4 mg%) dan total kalori (385 cal/100g), dll. (Annonymous, 1972). Kadar protein yang cukup besar memberikan nilai gizi yang cukup baik dan protein teripang mempunyai asam amino yang lengkap. Kandungan lemaknya mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat diperlukan bagi kesehatan jantung.
Standar mutu teripang kering (SPI-KAN/02/29/1987) sesuai Keputusan Menteri Pertanian RI No. 701/Kpts/TP.830/10/1987 tentang penetapan Standar mutu hasil pertanian, yang saat ini sudah diangkat menjadi Standar Nasional Indonesia oleh Dewan Standardisasi Nasional dan diberlakukan secara Nasional, merupakan Standar minimum dengan persyaratan sebagai berikut:
Untuk mendapatkan mutu teripang kering yang baik, maka beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan antara lain:
·       Pemilihan jenis teripang yang ekonomis penting serta tidak berasal dari daerah/perairan tercemar.
·       Bahan baku teripang diusahakan dalam kondisi hidup atau sesegar mungkin.
·       Cara pembelahan dan perebusan yang baik yang erat kaitannya dengan penampakan produk akhir.
·       Cara pengasapan dan pengeringan yang benar, sehingga dapat dilakukan pengeringan yang sempurna.
·       Cara pengemasan dan penggudangan yang benar, terutama dalam kaitannya dengan sifat teripang yang higroskopis (menyerap uap air).
Referensi:
http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/penanganan-dan-pengolahan-teripang/
Martoyo J,  Aji N dan Winanto T, 1994. Budidaya Teripang. Penebar swadaya, Jakarta

Senin, 21 Maret 2016

KUALITAS IKAN


KUALITAS IKAN
1.    Mutu Ikan Segar
Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya. Semakin segar ikan sampai ke tangan pembeli maka harga jual ikan tersebut akan semakin mahal. Tingkat kesegaran ikan ini sangat terkait dengan cara penanganan ikan (Junianto, 2003).
Menurut Hadiwiyoto (1993), Penanganan yang tepat merupakan kunci keberhasilan mempertahankan kesegaran ikan, karena hal tersebut menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk menentukan nilai jualnya. Untuk mendapatkan hasil perikanan yang mempunyai kesegaran yang baik perlu diperhatikan beberapa hal pada pekerjaan pengesan, antara lain adalah :  jumlah es yang digunakan,  cara penambahan es pada hasil perikanan,  waktu lamanya pemberian es,  ukuran wadah yang digunakan,  menghindari pengesan ikan yang masih kotor dan luka.
Jumlah es yang diberikan akan berbeda sesuai dengan suhu awal ikan tersebut.Mutu bahan baku yang sesuai menurut SNI 01-2729.1-1992 adalah bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukkan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karekteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :
Rupa dan warna  : bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar
Bau                        : segar spesifik jenis, bau rumput laut  segar.
Daging                   : elastis, padat dan kompak
Rasa                       : netral agak manis.
Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati. Dengan demikian, dapat dilakukan tindakan penanganan yang baik dalam upaya mempertahankan kesegaran ikan (Junianto, 2003).
2.    Parameter Ikan Segar
Tingkat kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan-perubahan sifat ikan pada waktu masih hidup. Kesegaran ikan dapat digolongkan ke dalam 4 kelas mutu (Hadiwiyoto, 1993 dalam Suryawan 2004), yaitu :
a.    Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)
Ikan yang kondisinya baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar. Dalam uji organoleptik, ikan pada kondisi berada pada nilai 9 yaitu dengan mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging cemerlang,
b.   Ikan yang kesegarannya masih baik (advance)
Ikan yang masih dalam keadaan segar, namun tidak sesegar seperti pada kondisi pertama. Dalam penilaian secara organoleptik, ikan ini mempunyai nilai antara 7 sampai 8, yaitu dengan bola mata agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun agak lunak bila ditekan.
c.    Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)
Ikan yang kondisi organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan. Nilai organoleptik untuk ikan ini berkisar antara 5 sampai 6, yaitu dengan bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek,
d.   Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk)
Ikan yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Daging ikan pada kondisi ini sudah lunak dengan sayatan daging tidak cemerlang, bola mata cekung, insang berubah menjadi coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk. Nilai organoleptik untuk ikan pada kondisi ini, yaitu 1 sampai 4.
3.  Kemunduran Mutu Ikan Segar
Ikan adalah bahan pangan yang mudah sekali rusak terutama dalam keadaan segar akan cepat sekali mengalami kerusakan sehingga mutunya menjadi rendah. Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Kerusakan biokimiawi disebabkan oleh adanya enzim-enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih berlangsung pada tubuh ikan segar. Kerusakan biokimiawi ini sering kali disebut dengan otolisa, yakni kerusakan yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Sementara itu kerusakan mikrobiologi disebabkan karena aktifitas mikroba, terutama bakteri. Di dalam pertumbuhannya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroba memerlukan energi yang dapat diperoleh dari subtrat tempat hidupnya. Daging ikan merupakan subtrat yang baik sekali untuk bakteri karena dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon, dan kebutuhan-kebutuhan nutrien lainnya untuk kebutuhan hidupnya (Hadiwiyoto, 1993).
Menurut Afriyanto dan Liviawaty (2002), proses pembusukkan dapat terjadi karena perubahan akibat aktivitas enzim-enzim tertentu yang terdapat di dalam tubuh, aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain atau karena proses oksidasi lemak oleh udara. Biasanya aktivitas penyebab pembusukkan di atas dapat dikurangi atau dihentikan sama sekali apabila suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah. Salah satu cara pengawetan dengan suhu rendah yaitu dengan menggunakan es batu.
Tahap-tahap perubahan yang terjadi setelah ikan mati dapat dibagi dalam tiga fase menurut tingkat kesegarannya, yaitu fase pre-rigor, fase rigor mortis dan fase post rigor. Lamanya waktu perubahan yang berlangsung pada ikan, tergantung pada jenis ikan, ukuran, kondisi ikan waktu hidup, cara kematian dan suhu penyimpanan. Fase pre-rigor merupakan perubahan pertama yang terjadi ketika ikan mati, yang ditandai melemasnya otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati sehingga ikan mudah dilenturkan. Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang membawa oksigen untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun telah mati, di dalam tubuh ikan masih berlangsung proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali, sehingga mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa.
Beberapa saat kemudian tubuh ikan menjadi kaku (rigor mortis) akibat dari berbagai reaksi biasanya proses ini berlangsung selama lima jam. Selama berada dalam fase ini, ikan masih dalam sangat segar. Ini berarti bahwa apabila rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama, maka proses pembusukkan dapat ditekan. Pada fase rigor mortis, PH tubuh ikan menurun menjadi 6,2 – 6,6 dari PH mula-mula 6,9 – 7,2. Tinggi rendahnya PH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam posfat, TMAO, dan basa-basa menguap (Junianto, 2003). Fase rigor mortis diakhiri dengan fase post rigor yang merupakan permulaan dari proses pembusukkan. Fase ini meliputi autolisi, pembusukkan oleh bakteri dan ketengikan. Pada saat ikan masih hidup terdapat sejumlah bakteri pada kulit, insang dan saluran pencernaan. Bakteri-bakteri ini tidak dapat menyerang ikan karena adanya kulit dan lendir yang berfungsi sebagai penghalang. Setelah ikan mati, penghalang tersebut tidak berfungsi lagi sehingga bakteri dapat menyerang  kulit, insang dan saluran pencernaan. Pembusukkan akan lebih cepat dengan adanya penyinaran langsung dari sinar matahari (Yunizal dan Wibowo, 1998 dalam Suryawan, 2004).
Tabel 2. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)
Parameter
Ikan Segar
Ikan Busuk
Mata
Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang
Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh
Insang
Warna merah tua, tak berlendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor)
Warna merah cokelat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal
Tekstur daging
Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serata padat atau kompak
Daging kehilangan elestisitas nya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang
Keadaan kulit dan lendir
Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenisnya
Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu
Keadaan perut dan sayatan daging
Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya
Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas
Bau
Spesifik menurut jenisnya, bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh
Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubaha menjadi bau busuk yang menusuk hidung

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLU3ZXrJt11hv2h85hUDZLw-hcBKMDxEgG6iRcjxUqIFKBJ2PmcMpQlj9ilx4BuMwChwH05FPlTNrrw1Ffe-H_MDWTZevbDMGTGvpyq4HcMucN866BSESZ_EAmBmbKpi2F6YyOfc7KuNKY/s1600/Ikan+Segar.JPG
IKAN SEGAR

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVjk1H5KXAiWOoHxQD81RC41ldR6hgAa7TkI5Q2oNaeS4OYVo29zpdo1E0ieuM5MOqA7YQe5y59DPpy6ryB4C_O417YlCZ_K_nQZtGVhDAlSsNFcqMTCKfYZchPUusW7pUF2aSAZ7b37E8/s1600/ikan+busuk.jpg
IKAN BUSUK

Jumat, 18 Maret 2016

Kemunduran Mutu Ikan


Kemunduran Mutu Ikan 

Ikan adalah suatu bahan makanan yang sangat mudah membusuk (perishable food) sesaat setelah ikan tertangkap, ikan akan segera mati, dan akan mengalami perubahan-perubahan / kerusakan – kerusakan yang mengakibatkan pembusukan.
 
A.   Penyebab Ikan Membusuk
Istilah pembusukan meliputi 2 (dua) macam perubahan yang terjadi pada ikan yaitu :
> 
Hilangnya secara perlahan-lahan ciri / karakter ikan segar yang diinginkan.
> 
Timbulnya bau yang tidak diinginkan dan rupa maupun tekstur menjadi jelek / tidak menarik.
Secara umum kerusakan – kerusakan ikan dapat digolongkan menjadi :
Kerusakan biologis

Kerusakan enzimatis
:



:
disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi dan serangga;



disebabkan oleh adanya reaksi kimia (oksigen) misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak;
 
Kerusakan Fisik
:
disebabkan oleh kecerobohan dalam handling / processing, misalnya luka-luka memar pada ikan, patah, kering, dan sebagainya.
Diantara kerusakan tersebut, penyebab utama pembusukan ikan, adalah enzim dan bakteri.
Enzim
:
Suatu substansi organik yang terdapat didalam tubuh ikan yaitu didalam daging ikan dan isi perut, terutama pada alat-alat pencernaan. Pada waktu ikan masih hidup enzim berfungsi sebagai katalis-biologi yang membantu proses pencernaan makanan. Setelah ikan mati, enzim tersebut akan berbuat sebaliknya yaitu daging ikan yang dicerna.
Bakteri
:
Merupakan jasad renik (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan microscope. Pada ikan, bakteri terdapat pada bagian kulit (lender), insang dan pada makanan didalam perutnya. Selama ikan masih hidup, bakteri tidak berpengaruh buruk terhadap ikan. Setelah ikan mati, maka bakteri segera meningkatkan aktifitasnya untuk perkembangan dan menyerang tubuh.
B.      Tahap – Tahap Pembusukan
Proses pembusukan ikan berjalan melalui berapa tahap :
Hyperaemia
Terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjarnya didalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan.
Rigor Mortis
Mengejangnya tubuh ikan setelah mati (rigor = kaku; mortis = mati; rigor mortis keadaan kaku setelah mati). Hal ini disebabkan karena otot-otot yang berkontraksi akibat reaksi-reaksi kimia yang dipengaruhi oleh enzim.
Autolysis
Melemasnya kembali tubuh ikan setelah mengalami rigor. Daging menjadi lembek karena kegiatan enzim meningkat. Penguraian daging ikan oleh enzim menghasilkan bahan yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri sudah mulai merusak ikan dengan mengurangi protein daging.
Bacterial Decomposition
Pada tahapan ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang sangat banyak akibat perkembangbiakan yang sangat banyak terjadi fase-fase sebelaumnya. Aksi bakteri itu dimulai pada saat hamper bersamaan dengan tahap autolysis, kemudian berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari kerusakan yang diakibatkan oleh enzim.
C.      Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan Ikan 

Dalam setiap operasi penangkapan, ikan yang tertangkap harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya, karena perlakuan ini merupakan langkah pertama yang sangat menentukan mutu ikan dalam proses berikutnya. Ikan yang ditangkap akan segera membusuk, kecepatan pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
a.    Cara penangkapan
Ikan tertangkap dengan payang, pole and line, dan trawl akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan ditangkap dengan gill net, long line, dan sebagainya.
b.   Reaksi ikan menghadapi kematian
Ikan yang keras menghabiskan banyak tenaganya dalam menghadapi kematiannya, lebih cepat busuk daripada ikan yang mati dengan tenang atau cepat.
c.   Jenis dan ukuran ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada setiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimianya; Ikan yang berukuran kecil cepat membusuk dari pada ikan yang berukuran besar.
d.   Keadaan fisik sebelum ditangkap
Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat ditangkap, perut dan dinding perutnya segera diurai oleh enzim isi perut dan akan mengakibatkan perubahan warna; Ikan yang kondisi fisiknya lemah, misalnya ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur, akan lebih cepat membusuk.
e.   Keadaan cuaca
Udara yang panas, suhu air tinggi, laut yang banyak gelombang, akan mempercepat proses pembusukan.
f.    Cara penanganan dan penyimpanan
Jika ikan dalam keadaan rigor diperlakukan dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, dan sebagainya, proses pembusukannya akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat dicegah atau diperlambat jika ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang cukup rendah
D.   Prinsip Mencegah Pembusukan Ikan

Kita telah mengetahui bahwa pembusukan ikan terutama disebabkan oleh enzim dan bakteri. Oleh karena itu untuk mencegah pembusukan, akan sangat efektif bila kedua penyebab utama itu disingkirkan dar ikan, dibunuh, dan dicegah kedatangan penyebab lain yang berasal dari luar. Pembusukan itu sendiri bagaimana pun tidak dapat dicegah atau dihindari. Sampai saat ini manusia baru berhasil untuk memperlambat atau menunda proses pembusukan itu.
      E.   Usaha Mencegah Pembusukan Ikan

Usaha terbaik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan terhadap pembusukan adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan
Bakteri terdapat pada bagian kulit dan terutama sekali pada insang dan isi perutnya sedangkan enzim pada daging dan sebagian besar pada perutnya. Jika setelah ditangkap dibuang isi perutnya dan insangnya serta kemudian dicuci bersih, dihilangkan lendir-lendirnya maka berarti sebagian besar bakteri dan enzim telah dibuang.
b.   Membunuh sisa-sisa bakteri dan enzim atau sekurang-kurangnya menghambat kegiatannya

Bakteri yang tertinggal pada ikan dapat diperangi dengan berbagai cara yang pada dasarnya dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori :
·         Penggunaan suhu rendah;
·         Penggunaan suhu tinggi;
·         Pengeringan (dehidrasi);
·         Penggunaan zat-zat anti septic;
·         Penyinaran atau irradiasi.

Untuk dapat hidup lebih baik, bakteri memerlukan suhu tertentu, tergantung dari jenisnya. Ada tiga macam bakteri berdasarkan pertahanannya terhadap suhu seperti pada table berikut :
Jenis Bakteri
Suhu Minimum
Suhu Optimum
Suhu Maksimum
Thermophylic
25 – 45 C
50 – 55 C
60 – 80 C
Mesophylic
5 – 25 C
25 – 37 C
43 C
Psychropylic
0 C
14 – 20 C
30 C

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya akan berhenti kegiatannya bila suhu ikan diturunkan sampai dibawah 0
C atau dinaikan sampai diatas 100 . Penggunaan suhu rendah kita lakukan dengan menggunakan es atau dengan cara pendinginan lainnya.
Sedangkan suhu tinggi dipakai misalnya dalam pengalengan atau pemindangan. Ikan asin, ikan asap, ikan asam, dan sebagainya akan lebih awet jika disimpan pada suhu rendah.

Air merupakan kebutuhan yang pokok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri selalu menyerap makanannya dalam bentuk larutan, dan untuk itu diperlukan air. Jadi dalam keadaan kering, bakteri tidak akan dapat makan sehingga akan mati. Atas dasar inilah maka ikan dapat diawetkan dengan mengurangi kadar airnya, yaitu dengan cara :
·         Pengeringan dengan udara (drying);
·         Penggunaan Garam (osmose);
·         Pemasakan (perebusan, pengukusan, dan pengetiman);
·       Pengeringan dengan pembekuan pada ruang hampa (vacuum freeze drying).

Beberapa zat kimia seperti asam cuka, klor (kaporit), Aureonmycin, asam benzoate, natrium benzoate, dll, sangat efektif dipakai untuk membunuh kuman bakteri dan menghentikan enzim. Zat-zat tersebut dapat dipakai untuk mengawetkan ikan dalam batas-batas tertentu.
  
Irradiasi adalah penyinaran ikan dengan sinar-sinar tertentu, misalnya sinar Cobalt-60 yang sangat efektif untuk mematikan bakteri dan menahan kerja enzim.
c.    Melindungi ikan terhadap kontaminasi bakteri dari luar

Pengawetan tidak akan banyak berarti jika ikan yang telah diawetkan tidak dilindungi dari penyebab kerusakan baru yang dating dari luar ikan. Kerusakan ini bermacam-macam pada ikan olahan dan hasil olahannya, antara lain :
·         Pembusukan akibat pencemaran bakteri dari air, pembungkus, dari ikan lain, dan sebagainya;
·         Oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik;
·   Kerusakan-kerusakan fisik karena serangga, jamur, kecerobohan dalam penanganan, dan sebagainya.

Untuk melindungi ikan terhadap kerusakan-kerusakan ini kita harus menyelenggarakan sanitasi dan higienis yang baik dalam proses penanganan, melakukan pembungkusan / pengepakan yang baik, serta usaha-usaha proteksi yang lain.

DEMONSTRASI CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP

DEMONSTRASI   CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP BUDIDAYA CACING SUTERA Pendahu...