Selasa, 26 April 2016

Mengenal Bakteri Clostridium pada Ikan Kaleng




Pada waktu manusia masih hidup secara sederhana, sebagianbesar waktunya digunakan untuk mencari makan. Bertambahnya keperluan dan makin langkanya bahan makanan, memaksa mereka untuk mengawetkan sebagian dari persediaan makanannya. Pengawetan makanan ini semula bertujuan mengawetkan makanan sebanyak-banyaknya untuk persediaan. Namun sekarang juga memperhatikan mengenai mutu, cita rasa, kebersihan, keaslian, penampakan, serta nilai gizi. Dasar pengawetan/pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Pengawetan/pengolahan ikan juga bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan dan kerusakan. Karena sekarang pasar ikan tidak hanya antar daerah saja, namun sudah mencakup antar negara sehingga perlu adanya perlakuan agar ikan bisa sampai ke tempat/negara tujuan dalam keadaan segar/baik.

Pengolahan/pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan pendinginan, penggaraman, pengeringan, pengasapan, fermentasi, dan pengalengan ikan. Pengalengan ikan diartikan sebagai suatu cara pengolahan/pengawetan ikan dengan memasukkan ikan ke dalam suatu wadah berupa kaleng yang ditutup rapat untuk menyelamatkan bahan makanan dari proses pembusukan. Kaleng dipilih untuk kemasan makanan karena sifatnya yang kedap udara, relative ringan, mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah.dengan keunggulan sifat ini, sejak abad XVIII kaleng telah digunakan sebagai pengemas pada produk aseptic (bebas infeksi) yang kita kenal sebagai produk kalengan konvensional.

Proses pengalengan ikan hingga menjadi produk kalengan aseptic adalah sebagai berikut :

a.       Penyediaan dan pemilihan bahan mentah yaitu ikan
b.      Pengawetan sementara bahan mentah yaitu dengan penambahan bahan kimia atau pembekuan
c.       Penyiangan dan pencucian
d.      Perlakuan terhadap bahan mentah sebelum dikalengkan yaitu penggaraman, pengukusan, dan pengeringan
e.       Pengisian kaleng
f.       Penghampaan udara
g.      Penambahan saus
h.      Penutupan kaleng
i.        Pemanasan (sterilisasi)
j.        Pendinginan

Pada pengalengan ikan, proses yang paling penting adalah proses pemanasan (sterilisasi), walaupun dengan tidak mengabaikan proses-proses lainnya. Proses pemanasan sangat penting karena pada proses inilah pensterilan produk terhadap zat-zat atau mikroorganisme yang dapat merusak produk kalengan dilakukan. Proses pemanasan ini dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi yaitu 110-120oC selama 20-40 menit. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu yang digunakan biasanya tergantung pada jenis pH produk/ semakin rendah pH produk, semakin pendek dan rendah waktu serta suhu yang digunakan. Besarnya kaleng juga ikut menentukan waktu pemanasan. Setelah proses pemanasan (sterilisasi), harus segera dilakukan proses pendinginan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan kembali mikroorganisme yang tahan panas.

Walaupun pengalengan ikan sudah melalui tahap pemanasan (sterilisasi) sehingga sering disebut produk aseptic, namun untuk menjamin 100% bebas dari mikroorganisme tidaklah mungkin atau susah dicapai tanpa perubahan-perubahan yang merugikan pada produk. Oleh sebab itu dikenal istilah Commercial sterility, yang berarti produk itu tidak 100% steril namun cukup bebas dari mikroorganisme hingga tahan disimpan selama 2 tahun dalam keadaan yang layak untuk dikonsumsi. Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yaitu beberapa micron dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Itulah mengapa mikroorganisme masih dapat berada pada ikan kaleng walau ikan kaleng telah tertutup rapat dan kedap udara. Mikroorganisme yang sering terdapat pada ikan kaleng adalah bakteri jenis Clostridium.

Bakteri jenis Clostridium adalah bakteri yang dapat hidup pada ruang hampa tanpa oksigen karena bakteri ini bersifat anaerob, sehingga dapat bertahan pada kaleng yang tertutup rapat tanpa udara. Selain itu, bakteri Clostridium ini juga dapat bertahan pada suhu tinggi, sehingga Clostridium tidak mati pada saat proses pemanasan (sterilisasi). Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.      Psikrotropik : mikroorganisme yang tumbuh pada suhu optimum 14-20oC, tetapidapat tumbuh lambat pada suhu 4oC, contoh kelompok ini adalah Clostridium botulinum tipe B, E, dan F.
2.      Mesofilik : mikroorganisme yang tumbuh pada suhu optimum 30-37oC. suhu ini merupakan suhu normal gudang. Contoh kelompok ini adalah Clostridium botulinum.
3.      Termofilik : mikroorganisme yang tumbuh pada suhu optimum 45-60oC, contoh kelompok ini adalah Clostridium thermosaccarolyti-com.

Dengan melihat suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme di atas, maka proses pemanasan harus sangat diperhatikan. Sebab bila pemanasan ikan kaleng kurang, akan menyebabkan bakteri Clostridium tidak mati. Namun, bila pemanasan berlebihan juga akan menimbulkan masalah yang sebenarnya lebih besar, yaitu bakteri Clostridium akan menjadi resisten terhadap suhu yang tinggi sehingga butuh perlakuan yang lebih untuk mematikannya dan bakteri akan menjadi ganas dari yang sebelumnya. Selain pemanasan, pendinginan juga memiliki peran yang penting. Sebab, apabila kaleng-kaleng ikan yang telah dipanaskan tidak langsung didinginkan maka bakteri termofilik atau mesofilik akan tetap hidup. Oleh sebab itu, pendinginan harus dilakukan sesegera mungkin dengan suhu di bawah 30oC.

Bakteri Clostridium ini juga termasuk ke dalam bakteri gram positif. Ini karena bakteri Clostridium dapat membentuk spora dan tahan terhadap asam. Clostridium akan membentuk spora pada saat keadaan lingkungan kurang menguntungkan baginya, yang dalam hal ini adalah thermal (suhu). Misalnya Clostridium botulinum yang tumbuh baik pada suhu 30-37oC, bila suhu dalam keadaan tidak normal yaitu kurang atau lebih dari suhu optimal, maka Clostridium botulinum akan membentuk spora. Ketika suhu sudah mencapai optimum kembali, spora akan bergerminasi/berubah kembali menjadi bakteri yang aktif. Tentunya ini sangat berbahaya, karena sudah jelas suhu pada gudang penyimpanan ikan-ikan kaleng yang belum dipasarkan biasanya memiliki suhu antara 25-35oC. Ini akan memacu aktifnya kembali spora-spora Clostridium botulinum tersebut.

Bakteri Clostridium yang tahan terhadap asam juga sangat mengkhawatirkan, ini karena porduk-produk ikan kaleng selalu menggunakan saus yang biasanya bersifat asam. Sebenarnya, saus tidak hanya dipakai untuk menambah cita rasa, namun juga untuk memperkecil ruang hampa dalam kaleng dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan keasamannya. Namun, bakteri Clostridium yang tahan asam akan membuat sulit penghambatan pertumbuhan bakteri itu sendiri dan memerlukan perlakuan yang lebih lanjut lagi.

Pada paragraph-paragraf di atas telah dibicarakan tentang bakteri Clostridium pada ikan kaleng dan sifat-sifatnya sehingga dapat bertahan di dalam ikan kaleng tersebut. Sekarang, akan dijelaskan mengapa bakteri Clostridium sangat berbahaya bagi manusia yang memakan ikan kaleng yang telah terkontaminasi oleh bakteri Clostridium. Bakteri Clostridium, yang spesifiknya adalah Clostridium botulinum dapat mengeluarkan racun yang disebut racun botulinum. Gejala keracunannya disebut botulisme dan dapat merusak saraf jika sampai tertelan. Gejala botulisme biasanya akan timbul mendadak, sekitar 16-18 jam sesudah menelan makanan yang mengandung racun botulinum tersebut.

Gejala biasanya diawali dengan kelelahan dan tubuh terasa lemah. Kemudian diikuti dengan adanya gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan ini bisa berupa penglihatan ganda (diplopia), penglihatan kabur, kelumpuhan otot-otot dan kelopak mata, kehilangan akomodasi lensa mata, dan reflex pupil mata terhadap cahaya berkurang. Gejala berikutnya bisa berupa kesulitan bicara, menelan, dan muntah yang keluar melalui hidung. Kesulitan menelan ini bisa menyebabkan makanan masuk ke dalam saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan radang paru-paru (pneumonia) dan dapat menyebabkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas.

Pengkontaminasian bakteri pada ikan-ikan kaleng ini dapat terjadi karena kurangnya kesempurnaan dalam pengolahan. Kurangnya suhu dan waktu pemanasan dapat member peluang bagi tumbuhnya mikroba pada ikan kaleng. Pengisian kaleng yang kurang membuat ruang hampa menjadi lebih banyak dan menghasilkan bakteri anaerob yang lebih banyak lagi dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan kelalaian dalam pengolahan yang memacu timbulnya mikroorganisme dan merusak mutu ikan kaleng.

Namun keberadaan bakteri pada ikan kaleng dapat ditekan dengan melakukan hal-hal yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri. Seperti suhu dan waktu pemanasan yang pas, memberikan pengasaman di bawah 4,6 karena germinasi spora Clostridium botulinum dapat dihambat pada pH di bawah 4,6. Selain itu, pengurangan kadar air ikan juga dapat menghambat germinasi spora, pengisian kaleng dengan ukuran yang pas, serta penggaraman yang baik juga dapat menghambat germinasi spora Clostridium botulinum. Cara menghindari keracunan oleh bakteri Clostridium yang paling sederhana adalah dengan terlebih dahulu memanaskan atau memasak ikan kaleng sebelum mengkonsumsinya.

Bakteri-bakteri yang ada dalam ikan kaleng itu menghasilkan CO2, H2, dan asam butirat yang menyebabkan penggelembungan kaleng. Oleh karena itu, indikasi kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kerusakam mikrobiologis adalah sebagai berikut :
1.      Flat sour. Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami kerusakan apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan berbau asam yang menusuk. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi.
2.      Flipper. Apabila dilihat secara kilat, kaleng terlihat normal tanpa kerusakan. Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lain akan cembung.
3.      Spinger. Apabila salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedang ujung yang lainnya tampak cembung permanen. Bila bagian yang cembung ditekan, maka bagian ujung yang masih rata akan tampak cembung.
4.      Swell. Apabila kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat adanya bakteri pembentuk gas.

Dari keterangan di atas, hendaknya kita sebagai konsumen harus jeli dan hati-hati dalam memilih makanan kaleng yang akan dibeli. Belilah makanan kaleng dengan kemasan yang masih baik dan sempurna untuk menghindari makanan kaleng yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme.



KESIMPULAN

1.      Kerusakan makanan kaleng paling banyak disebabkan oleh bakteri jenis Clostridium botulinum yang dapat mengeluarkan toksin yang berbahaya bagi manusia.

2.      Terkontaminasinya makanan kaleng dengan mikroba diakibatkan oleh proses produksi yang tidak sempurna.

3.      Clostridium botulinum adalah bakteri yang dapat membentuk spora, mengeluarkan toksin, dan resisten terhadap panas. Namun pertumbuhannya dapat dihambat dengan menurunkan pH sampai di bawah 4,6, menurunkan kadar air, dan penggaraman.


4.      Tanda-tanda kerusakan makanan kaleng oleh mikroba dapat dilihat dari ; a) penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah, label luntur), b) penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang, c) produk hancur dan pucat, d) keruh dan tanda-tanda abnormal lain.



DAFTAR PUSTAKA

Drs. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kurnandar, F. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng



Senin, 18 April 2016

Tinjauan mikrobiologi produk makanan kaleng


  

LATAR BELAKANG Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan pangan dalam keadaan bersih dan higienis.
Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng mempunyai banyak kelebihan, seperti :
- kaleng dapat mencegah bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari
  kontaminan mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas secara
  hermetis.
- kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak
  diinginkan
- kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan
  partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan pangan.
- kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari
  cahaya.
Proses mengemas dengan wadah kaleng disebut pengalengan. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa. Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan. Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya. Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial dengan sterilisasi komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal Pada kondisi penyimpanan normal spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk makanan kaleng.
Mikrobiologi makanan dan minuman dalam kemasan aseptik adalah suatu konsep yang membahas tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan bahan makanan kemasan. Termasuk diantaranya makanan kaleng, air mineral, teh kotak, susu krim, es krim sirup dan sebagainya.
Dengan demikian berbagai informasi yang berkaitan dengan upaya pencegahanharus terus dilakukan dan penyebaran informasi tentang makanan kaleng terutama dari aspek mikrobiogi terus disebarluaskan kepada masyarakat luas agar keamanan pangan dapat tercapai bagi setiap individu.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek mikrobiologi pada produk makanan yang menggunakan kemasan kaleng. Artinya aspek-aspek yang mempengaruhi keberadaan mikroba, tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba kontaminan, jenis-jenis mikroba kontaminan, yang berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh karena keberadaan mikroba dalam suatu produk makanan kaleng serta tingkat resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia.



BAB II. PENDAHULUAN
PENYEBAB KEBERADAAN MIKROBA DALAM KEMASAN KALENG
Beberapa jenis mikroba dapat bertahan pada suhu panas tinggi terutama kelompok mikroba thermofilik. Demikian juga spora bakteri dapat bertahan pada suhu tinggi. Spora bakteri pada umumnya akan bertahan pada suhu panas tinggi dan akan berkecambah dan tumbuh pada suhu di bawahnya (Frazier, 1988; Jay, 2000; Ray, 2004).
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming bacteria berkecambah dan tumbuh,
2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan selanjutnya dapat tumbuh,
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan peralatan modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang terjadi pada bahan pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila mengalami kelima hal di atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen karena dapat tercemar oleh bakteri kontaminan atau keracunan dari bakteri yang mengeluarkan racun di dalam makanan kaleng tersebut.


BAB III.  JENIS MIKROORGANISME DAN TANDA KERUSAKANNYA

Kerusakan makanan kaleng dapat dicirikan secara fisik maupun kimia yang berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang mengkontaminasi. Tipe kerusakan ditentukan oleh derajat keasaman dan kelompok mikroba yang mengkontaminasi produk makanan tersebut. Berdasarkan keasaman dan kelompok mikrobanya, maka tipe kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut

1. Bahan pangan asam rendah (low acid).
Bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok bakteri tersebut terjadi pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6. Misalnya daging, ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan produk ternak. Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok

a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas. Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu >30°C (Ray, 2004).


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdF-bZk08QSaY6u42YpV9Jbg20r-2acVE3xvbQxdp82pqfwsuC2tVZ6axym220TDbNn0DO8HzYifU2P423QsLvzpRkCMOu1Wjslkg-vKfQit-hd_lM9Z83BpoeGll2feZZBsTAOWBckA68/s320/bacteria1.jpg

Gambar 1. Contoh bakteri Thermofilik

 Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:
- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob facultativ.).
- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng akibat desakan gas yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).
- Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfide (FeS) yang menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng.

b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25 – 45°C dan optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bakteri kelompok ini lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau tidak cukup sehingga ada spora bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut dapat berkecambah dan tumbuh.
Ada 2 kelompok bakteri yang mendominasi yakni Clostridium dan Bacillus. Pada kelompok Clostridium yang disebut putrefactive anaerobic bacteria ini memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam-asam volatile, gas H2 dan CO2, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sekaligus menjadi tanda yakni kaleng menjadi menggelembung. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Clostridium pasteurianum dan C. butyrinum yang terkenal mengeluarkan asam butirat. Selain itu juga ada C sporogenum, C putrefacience, C. botulinum yang memetabolime protein menghasilkan bau busuk karena mengeluarkan senyawa bau busuk H2S, mercaptan, indol, skatol, amonia serta gas CO2 dan H2. Khususnya C. botulinum merupakan bakteri yang sangat ditakuti karena racun yang dikeluarkan dan dapat menyebabkan kematian. Bakteri ini terutama sering ditemui pada daging dan sayuran.
Sedangkan bakteri Bacillus yang disebut aerobic mezophilic spore forming bacteria mengkontaminasi akan mengeluarkan asam dan gas CO2. Jenisnya adalah Bacillus subtilis dan B. coagulans (Ray, 2004) serta B. mecentericus (Frazier, 1988). Keberadaan bakteri ini dianggap kurang penting karena merupakan bakteri aerob dan dalam keadaan vakum tidak dapat berkembang. Keberadaannya di dalam kaleng apabila kaleng mengalami kebocoran.


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO-fOynkMvLfyX8VOAd34j_2G6EywM3Mgd4NGTxkI_SJ3dOvoca17Y2zG7KUTxX9HMsbGr5_EyNH_Z6DhWPtxFR37dOz8KDgm_ujkGSS7xn6ks0WaBHfgBV_HdibTc5AwEHDdRkPbexu90/s1600/spirilia.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1b3JIK_XO_-fPtEETwjgduPzKCWnS_OD1Cj17NmFKP-160IzLsYXyuVyfQQpiP4yCxwOpRaFhldFY6d5KWJepS66i721LRy8L85OlYR8vH36YSMoR4Zly13BBv47WvK5ndWOlhK779uOT/s320/defaul1.jpg

Gambar2. Mesophilic spore_forming bacteria (bakteri mezophilic pembentul spora)

c. Non-spore-forming bacteria.
Bakteri ini merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, sangat resisten pada suhu yang tidak terlalu panas atau tidak tahan panas. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan melalui kaleng yang mengalami kebocoran setelah proses pemanasan. Kelompok bakteri ini sangat banyak jenisnya sehingga makanan kaleng yang terkontaminasi ini dapat memiliki bentuk kerusakan yang bervariasi. Tetapi bakteri ini tidak biasa berada di dalam makanan keleng yang rendah asam.
Gambar. Non-spore-forming bacteria.

d. Yeast (khamir/ ragi) dan Mold (kapang)
Kelompok mikroorganisme sebenarnya tidak dapat tumbuh pada substrat atau bahan pangan yang berasam rendah atau memiliki pH tinggi. Apabila ditemukan di dalam makanan keleng berasam rendah ada dua kemungkinan yang menyebabkan seperti proses sterilisasi yang tidak baik atau disebabkan oleh pelapisan kaleng yang tidak sempurna sehingga terkontaminasi dari lingkungan luar.

2. Bahan pangan asam tinggi (pH < 4,6)
Bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok bakteri yang dapat bertahan hidup pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni dengan pH <4,6, seperti buah-buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya. Kelompok mikroorganisme yang mengkontaminasi adalah
a. Spore – forming bacteria (bakteri pembentuk spora)
Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus thermoaciduran, bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas (thermophilik), aerobik. Kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk menjadi sangat asam atau disebut flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua adalah cakteri Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat sakarolitik dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak menggelembung karena ada desakan gas.
b. Non sporing bacteria
Anggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok bakteri pembentuk asam, seperti Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat ditemukan pada produk tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok bakteri heterofermentativ yang memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat menyebabkan penggelembungan kaleng. Demikian juga yang termasuk kelompok bakteri yang tidak membentuk gas seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium.

c. Yeast (khamir)

Mikroorganisme ini merupakan kelompok yang sangat tidak tahan panas atau dapat bertahan pada suhu rendah. Kehadiran khamir pada makanan kaleng lebih disebabkan proses pengalengan yang tidak sempurna atau kaleng mengalami kebocoran.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdLev8U5JUKTd5vtkfXZzDbPc_5Pus3OEYJW4nv6x4kc_nH1FUvGoopuxMzBz3ZOqCcONhLmxOBQ7ivzH4-OlCDpUqQzau-5zNk1M3uJbeuHWn0H0TLDrx7lVTZvibJjYitI_G-TQxdiq0/s320/Y.jpg

Gambar. Bakteri Yeast (khamir)
d. Mold (Kapang).
Kapang Byssochlamys fulva merupakan penyebab kerusakan yang terkenal untuk buah kaleng. Kapang tersebut akan memecah pektin yang dikandung oleh sebagian besar buah-buahan dan kadang-kadang disertai munculnya gas. Kapang ini termasuk tahan panas bila dibandingkan dengan jenis kapang yang lain.

Gambar .kapang Byssochlamys fulva.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM5lLJQYVR5bXTfbZmN9QURjGY-P9RT32JT428KWsiXImUGRnYPoIc0StKucL02BVGbIFe7z7zvOqLtCYhMPegx5B7tIyWr7sbuL0dhU7VbIeK09maGyi3ISjn5bP56vQIv8sRd_h34p-7/s320/rhizopus.jpg+w=300&h=201&h=201.jpg



Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai berikut
1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:
- gas H2 (oleh karena aspek kimia)
- gas CO2, diproduksi oleh:
- khamir (penghasil alkohol)
- Bacillus sp (pada cured meat)
- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh
- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam
- bakteri mesophilik :
- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive
 anaerobes
- penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:
- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan
  fermentasi menghasilkan asam butirat
- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang
  melakukan fermentasi menghasilkan asam
- oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)


2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh
- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:
- bakteri thermophilik
- bakteri mesophilik, terdiri dari :
- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour
- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan)
- bakteri campuran
- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam
- mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)

Kapang (Inggris: mold) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan" Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah. Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas Ascomycetes.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihKG_7mWFaXSONAyKDiAez9p8yjxgvXCOJTn80YqzsVsDwRRmCDlSP6L39SlAgKB9F8I9qke9eq5SjfHDqormzpWJeYN2rtdu6tYBhpV9UtnT_CrTJDDA-fZyLGiow4pKz73DhbndcTFz2/s320/Tiga_koloni_kapang.png

Gambar. Kapang , tampak hifa berwarna putih dan bagian dengan askus berwarna biru kelabu. Diameter koloni terbesar sekitar 1 cm.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbtzybjpBtwJfFYn4Mi6J_ry5I9P3sYe68ZnMAZog4_qBh3YJHxpX2wSvx2q0AxrFOxUyGq-RycshvsTcXEHzn4IYfnOJwl5EFWKE_Ymq4r5GXTrjMBEIl7o6rPKrUK_fH02q9Tv6Nvb_0/s1600/basil.jpg


3. Akibat yang ditimbulkan dan tingkat resiko
Secara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng memiliki arti adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk makanan kaleng berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan penampakan makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam. Selain itu juga adanya perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk dan lain-lain. Disamping itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen apabila ditemukan mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun. Jenis mikroba yang paling diwaspadai adalah kehadiran Clostridium botulinum dalam makanan kaleng terutama produk daging dan ikan termasuk ikan asap yang semuanya pada umumnya memiliki pH tinggi atau low acid. Bakteri ini menyebabkan seseorang keracunan (intoksikasi) yang disebut botulism. Botulism in disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri tersebut di atas yang bersifat neurotoksin. Racun ini penyebab kematian dengan tipe neuro-paralytic toxin. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ini merupakan protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian.
Ada 7 tipe toksin yakni A, B, C, D, E, F dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E dan F. Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat penting dari toksin ini adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan inaktif pada suhu 80°C yang dipanaskan selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90°C dipanaskan selama 15 menit. Gejala botulism biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul biasanya gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu diare dan akan terjadi lemah fisik dan mental yang disebut fitig, pusing dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara. Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan menyebar ke jantung dan sistim pernafasan (Kandel dan McKane, 1996).
Oleh karena terus-menerus kesulitan bernafas maka akhirnya akan meninggal dunia. Pada kasus yang fatal kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 –6 hari. Clostridium botulinum adalah bakteri berbentuk batang, dalam kondisi yang buruk akan membentuk spora yang tahan panas tinggi dan pembentuk gas. Habitat alaminya sebenarnya adalah tanah yang ada di seluruh bagian dunia ini, bersifat anaerobik atau hidup tanpa udara.



BAB IV.  KESIMPULAN

Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng harus menjadi perhatian oleh semua pihak baik oleh produsen makanan maupun oleh para konsumen sendiri. Konsumen harus secara seksama melihat tanda-tanda kerusakan pada kaleng karena kenampakannya dapat mencirikan adanya kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Kerusakan oleh keberadaan mikroorganisme dalam kemasan kaleng selain menurunkan kualitas produk juga sangat membahayakan kesehatan bahkan kematian. Dengan demikian memperhatikan aspek mikroobiologi pada berbagai produk yang dikemas dengan kaleng sangat penting dalam rangka memperoleh keamanan pangan baik individu maupun masyarakat umum.

Bakteri dalam makanan
Analisis bakteri bahan pangan akan menghasilkan status bahan pangan apakah bahan tersebut memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan atau bahan pangan tersebut tidak memenuhi standar. Bahan makanan yang tidak memenuhi standar baku mutu tidak boleh dikonsumsi.
Keberadaan bakteri di dalam bahan makanan memiliki arti yang sangat penting mengingat hal tersebut berhubungan langsung dengan manusia. Status nilai gizi, status nilai cerna, sterilitas dan bahan pencemar perlu dianalisis dengan teliti dan tepat.
Beberapa penyebab kenapa bakteri ada dalam makanan. Pertama, bahan makanan memang harus mengandung bakteri. Contohnya makanan hasil fermentasi seperti minuman berfermentasi, tempe, tapai dan lain-lain. Kedua, makanan harus tidak terdapat bakteri. Contohnya adalah makanan yang pada proses pembuatannya menggunakan sterilisasi dan pengemasannya digunakan botol/kaleng tertutup rapat dan steril. Misalnya minuman yang tertera sebagai minuman steril, minuman dengan proses sterilisasi ultra high temperatur (140 derajat Celcius selama empat detik), semua jenis makanan kalengan. Ketiga, makanan boleh terdapat bakteri tetapi jenis dan jumlah bakteri dibatasi disesuaikan dengan standar baku mutu yang telah disepakati bersama. Contohnya adalah makanan yang proses pembuatannya tidak dilakukan sterilisasi kemasan dan penyajiannya sehingga tidak steril. Makanan jenis ini contohnya sangat banyak baik yang berasal dari daging, sayur maupun buah-buahan. Keempat, makanan tidak boleh terdapat bakteri patogen (menyebabkan sakit perut, mual muntah bahkan kematian) bagi manusia. Untuk itu diperlukan kecermatan di dalam melakukan pemeriksaan makanan/minuman sejak dari cara pengambilan, membawa sampel ke laboratorium, memilih metode pemeriksaan yang tepat dan akhirnya melaporkan dengan tepat. Rangkaian tata kerja yang benar akan menghasilkan pemeriksaan yang benar dan kesimpulan yang benar. Akan tetapi bila ada unsur yang salah dalam rangkaian tersebut, hasil pemeriksaan analisis akan salah.


BAB V.  DAFTAR PUSTAKA

Frazier, W.C. and Westhoff D.C., 1988, Food Microbioloy, 4 ed, McGraw-Hill, Inc, Singapore

Fardiaz, 1982, Mikrobiologi Pangan 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Jay, J.M., 2000, Modern Food Microbiology, 6ed, Aspen Publishers, Inc., Gaithernburg, Maryland

Kandel J., L. McKane, 1996, Microbiology: Essentials and Applications, 2ed, McGRAWHILL., INC., New York

Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, 3 ed, CRC Press, Whasington DC.

Supardi I., Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Penerbit Alumni, Bandung



Kamis, 14 April 2016

Pemilihan Probiotik


Seleksi Probiotik


 Pemilihan probiotics

            Suatu cara umum untuk memilih probiotics adalah melakukan in  vitro test antagonism, di mana pathogens  yang diarahkan ke calon probiotics atau produk extracellular  dalam keadaan cair ( Sotomayor Dan Balca´Zar, 2003; Vine Et Al., 2004A) atau padat ( Dopazo et Al., 1988; Chythanya et Al., 2002) medium. Bagaimanapun juga , Gram Et Al. J.L. Balca´Zar et Al. / Mikrobiologi Kedokteran hewan 114 ( 2006) 173-186 177 ( 1999) mengusulkan untuk aktivitas invitro di dalam well diffusion assay dan broth kultur tidak bisa digunakan untuk meramalkan Efek vivo. Sebagai contoh, dalam invitro terjadi pertentangan Pseudomonas fluorescens (strain AH2) melawan Aeromonas salmonicida tetapi kenyataannya  tidak memberikan Perlindungan Ikan salmon Lautan Atlantik terhadap furunculosis, tetapi untuk sejenis  ikan air tawar rainbow trout penggunaan probioticnya  efektif, memberi  perlindungan melawan terhadap vibriosis ( Gram Et Al., 2001).
            Oleh karena itu, itu adalah penting untuk mengetahui asal usulnya dimana lebih baik untuk menggunakan strain yang dari inangnya, keamanan ( non-pathogenic) dan kemampuan strain untuk bertahan hidup melewati sampai gastrointestinal inangnya ( contoh ketahanan terhadap garam empedu, pH rendah, dan proteases).
Kemampuan jasad renik untuk berkolonisasi adalah sering yang diperlakukan sebagai salah satu dari ukuran-ukuran pemilihan yang utama untuk potensi probiotics, ini adalah, lebih  efisien untuk  epithelial sel yang berhubungan dengan usus untuk mengurangi atau mencegah kolonisasi pathogens (Vine Et Al., 2004B).
Sebagai tambahan, Menggunakan Probiotics  potensial memperoleh efek yang menguntungkan  ( contoh,  Meningkatkan nutrisi dan meningkatnya kekebalan) di dalam inangnya.  Yang akhirnya, probiotic harus sehat di bawah kondisi penyimpanan normal dan teknologinya sesuai untuk proses industri ( contoh  lyophilized).              Kesimpulannya, metoda untuk memilih probiotic  bakteri untuk digunakan di aquaculture meliputi: ( i) informasi latar belakangnya ; ( ii) pengadaan potensi  probiotics; ( iii) evaluasi kemampuan potensi probiotics ke strain pathogenic;  ( iv) penilaian potensi pathogenitas dengan  probiotics; ( v) evaluasi efek potensi  probiotics di dalam inang; ( vi) analisa biaya/keuntungan ( Gomez-Gil et Al., 2000) .

Probiotics dapat diberikan  kepada inangnya atau ditambahkan untuk  lingkungan perairan dengan cara: ( i) penambahan lewat makanan ( Gomez-Gil et Al., 1998); ( ii) perendaman (bathing)  ( Austin et Al., 1995; Gram Et Al., 1999); ( iii) penambahan dalam air kolam ( Moriarty, 1998; Spanggaard et Al., 2001); ( iv) penambahan ke makanan buatan ( Rengpipat et Al., 2000). Sebagai contoh, telah dilaporkan bahwa  suntikan larval udang putih ( L. vannamei) di tank dengan bakteri probiotic pada suatu kepadatan kolonisasi 105 cfu ml_1 bisa mencegah bakteri pathogenic selama pembesaran  larval ( Peeters dan Rodr´Guez, 1999).

5.1. Pertimbangan Pengaturan atas probiotics

            Di dalam tahun yang lalu, dasar pemanfaatan zat tambahan makanan telah diperkuat dan  dimodifikasi oleh Uni Eropa .Dalam kaitan dengan penggunaan aditip dalam produk makanan, diusahakan diarahkan untuk menyediakan jaminan yang lebih tinggi bagi perlindungan kesehatan manusia, kesehatan binatang dan kesejahteraan,  dan pengguna lingkungan, dan peminat konsumen. Setelah  tahap ke luar dari penggunaan zat antibiotic sebagai pemacu pertumbuhan di dalam binatang, Laporan Resmi atas Keselamatan Makanan dan  Peraturan ( EC) 178/2002  telah diterbitkan parlemen eropa , dalam rangka menetapkan suatu kebijakan tentang keselamatan makanan  the European Union and the European Food Safety Authority ( EFSA) telah menetapkan ( Peraturan  ( EC) 178/2002). EFSAWORKS atas semua langkah-langkah persediaan dan produksi makanan, dari produksi utama kepada keselamatan makanan hewan , hak konsumen untuk memperoleh makanan secara berkelanjutan. Otorisasi,             Pemasaran dan penggunaan aditip makanan sekarang ini diatur di bawah Dewan secara langsung (70/524/Eec).Sebelum suatu aditip makanan  digunakan atau dijual, harus diberi hak persetujuan dengan ketentuan Yang langsung. Untuk memperoleh otorisasi, suatu pabrikan menyampaikan  kumpulan dokumen penting yang berisi data dan studi yang mempertunjukkan  manfaat dan keselamatan produk terhadap binatang, konsumen dan lingkungan.












Tabel 1
Daftar microorganism yang disahkan sebagai probiotics didalam bahan makanan dibawah  Council Directive 70/524/EEC
Probiotics
Bacillus cereus var. toyoi
Bacillus licheniformis
Bacillus subtilis
Enterococcus faecium
Lactobacillus casei
Lactobacillus farciminis
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus rhamnosus
Pediococcus acidilactici
Saccharomyces cerevisiae
Streptococcus infantarius

            Baru-Baru ini, beberapa mikroorganisme telah diberi hak  untuk digunakan sebagai probiotics di dalam bahan makanan oleh Komisi Uni Eropa, dan proses kemunculannya diumumkan dalam peraturan yang secara terperinci  ada di
Tabel 1. Sebagai tambahan, probiotics lain yang diperdagangkan  dipasar  telah diumumkan, tetapi tidak dinampak kan dalam daftar resmi aditip makanan yang diterbitkan oleh Komisi pengawas (Council Directive 70/  524/EEC, 2004).
Di AS,  ( FDA) mengatur keselamatan, pemberian label dan pernyataan kesehatan atas makanan yang biasa, makanan kesehatan, makanan untuk penggunaan berkenaan dg aturan makan khusus, dan berkenaan dg aturan makanan sebagai pelengkap.   Ketentuan terperinci ada the US Code of Federal Regulations  ( CFR, 2005) dan berproses sebagai berikut. Pertama, semua  orang yang tertarik boleh mengajukan petisi ke FDA untuk mengeluarkan  peraturan mengenai suatu klaim kesehatan. Untuk mempersiapkan kebutuhan, pemohon harus menyajikan suatu  penjelasan lengkap bagaimana unsur telah diberi hak untuk digunakan di persediaan makanan. Karena ringkasan dari data ilmiah, ringkasan harus menetapkan suatu persetujuan yang penting antar ahli yang professional atas klaim kesehatan, dan suatu jumlah maksimum tingkat unsur tertentu  yang dikonsumsi; kemungkinan efek yang kurang baik  untuk bagi segmen masyarakat manapun, dan  perihal faktor gizi dan kesehatan lain yang bisa saling berhubungan dengan unsur atau komponen makanan.
Karena data analitis, jumlah kehadiran unsur di makanan harus diperoleh dari wakil contoh yang menggunakan metoda dari the Association of Official Analytical Chemists  ( AOAC), jika tidak ada metode AOAC tersedia, pemohon harus menyampaikan menggunakan metoda pengujian kadar logam dan data yang menetapkan kebenaran itu. Karena model  kesehatan mengakui, satu atau lebih model yang menghadirkan statemen harus relevan dengan ringkasan kesimpulan  dan bagaimana unsur ini membantu konsumen .
            Sebagai tambahan, petisi harus meliputi salinan pencarian literatur komputer yang dilaksanakan dengan pemohon, salinan dari semua artikel yang dikutip, dan semua informasi kurang baik mempunyai konsekwensi kepada segmen populasi ditingkat manapun.Sesungguhnya , sebelum  klaim kesehatan dapat mengajukan surat permohonan  dengan disampaikan bukti, ilmiah substansiil dan yang disiapkan  Diperlukan untuk keuntungan kesehatan produk, keselamatan, dan isu ilmu pengetahuan makanan lainnya ( Berner dan O'Donnell, 1998). Jepang membuat suatu program acara untuk peraturan tentang makanan fungsional, namanya  '' foods for specified healthuse’’ ( FOSHU). Persetujuan memproses untuk memperoleh  lisensi berproses sebagai berikut. Pertama, suatu pabrikan yang baik  menyusun data ilmiah atas efek kesehatan,kekayaan  physicochemical, tingkatan masukan yang tepat, keselamatan, komposisi perihal gizi, dan test methods untuk  makanan atau perhatian  untuk makanan campuran. Kemudian, aplikasi disampaikan kepada Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, dengan informasi yang lebih deskriptif. Aplikasi dievaluasi oleh Jepang Makanan Kesehatan Dan Asosiasi Makanan Ilmu gizi, dengan tenaga ahli akademis, dan akhirnya oleh suatu panitia yang menetapkan dengan Kementerian Kesehatan dan akhirnya komite itu telah diterima kementerian kesehatan.


Selasa, 12 April 2016

Iradiasi Pangan



Iradiasi pangan adalah proses untuk pengawetan  makanan untuk meningkatkan umur simpan dan untuk meningkatkan keselamatan dari bahaya mikroba. Aspek kimia, teknologi dan komersial iradiasi makanan telah dibahas dalam sejumlah artikel dan buku selama bertahun-tahun. Radiasi magnetik, yaitu gamma dan sinar-X memiliki panjang gelombang pendek (<300 nm) dan energi yang lebih tinggi daripada cahaya tampak, dapat menyebabkan ionisasi dengan menghapus elektron dari sel terluar dari atom dan molekul. Umumnya, radiasi pengion yang dipancarkan oleh radioisotop, Cobalt 60, dan Cesium-137 yang digunakan untuk pengawetan makanan. Cobalt-60 isotop (setengah hidup, 5,3 tahun) memancarkan sinar gamma 2 dari 1,17 dan 1,33 juta elektron volt (MeV), sedangkan Cesium-137 (waktu paruh, 30,2 tahun) memancarkan sinar gamma dari 0,66 MeV.Cobalt-60 dibuat oleh penembakan neutron dari, Co-59 yang stabil dengan memancarkan radiasi dan membentuk non-radioaktif nikel.
 Dari sudut pandang praktis, Co-60 adalah lebih baik untuk Cesium-137 karena nantinya selain memiliki sinar gamma lemah juga larut dalam air, sehingga berpose bahaya lingkungan. Sebagian besar iradiasi hari ini menggunakan Covbalt-60 sebagai sumber energi radiasi pada rekening penetrasi yang tinggi dan ketersediaan mudah. Beberapa kekhawatiran publik terkait dengan transportasi, instalasi dan operasi dari sumber radiasi permanen seperti Co-60 dapat menyebabkan meningkatnya penggunaan elektron dan sinar-X. Kedua elektron dan sinar-X yang dihasilkan mesin dapat dimatikan dan. Elektron iradiasi makanan balok pada tingkat energi hingga 10 MeV dan sinar-X pada tingkat energi hingga 5 MeV diijinkan. Meskipun elektron kurang tajam dibandingkan sinar gamma, mereka bisa sangat berguna untuk penyinaran volume besar bebas makanan mengalir, seperti biji-bijian, atau paket makanan seperti fillet ikan tidak lebih dari 8-10 cm ketebalan dengan kepadatan 1 GCM 3 . X-ray memiliki energi maksimum 5 MeV dan daya tembus yang sama seperti sinar gamma. Meskipun daya penetrasi yang baik dan laju dosis, sinar-X tidak digunakan dalam iradiasi pangan akibat konversi miskin elektron dipercepat untuk X-ray. Efek dari sinar gamma dan berkas elektron Namun sebanding.
Dosis serap dan laju dosis
Jumlah energi yang diserap oleh makanan selama iradiasi disebut dosis serap. Unit untuk dosis iradiasi adalah Gray (Gy), yang sama dengan penyerapan energi yang setara dengan 1 J / kg bahan penyerap (1 Gy = 1 joule. KG -1 = 100 rad). Laju dosis sinar gamma dari Co-komersial 60 sumber adalah 1-100 Gy / menit, sedangkan balok elektron dari akselerator adalah 10 3 sampai 10 6 Gy / detik. Ketika sebuah berkas elektron menembus media air, dosis beberapa apa di bawah permukaan lebih tinggi daripada di permukaan.
Kondisi untuk iradiasi
            Iradiasi makanan pada dasarnya adalah proses dingin karena tidak menyebabkan peningkatan suhu yang signifikan. Namun, suhu produk yang diiradiasi sebagai pengaruh pada perubahan radiasi induksi. Gerakan radikal bebas meningkat dengan suhu, mempengaruhi seluruh tingkat suhu yang lebih rendah radiolisis mengurangi produksi volatil dalam produk makanan, yang dikenal untuk mempengaruhi kualitas sensorik dari makanan iradiasi perubahan tersebut minimal dalam produk beku.

Pengaruh iradiasi pada komponen otot ikan  
Protein dan asam amino: Data luas pada kimia radiasi asam amino, protein, dan komponen makanan lainnya yang tersedia. Penelitian secara in vitro telah menunjukkan bahwa asam amino bebas dan asam amino dari protein yang sensitif terhadap radiasi. Radikal bebas dibentuk oleh radiolisis air, yaitu hidroksil, hidrogen, elektron berair bereaksi dengan asam amino yang mengarah ke abstraksi dari hidrogen dan deaminasi reduktif. Para radikal yang dihasilkan akan bereaksi lebih lanjut. Reaksi-reaksi ini diikuti oleh dekarboksilasi dan deaminasi menimbulkan amonia dan asam piruvat,. Di hadapan deaminasi oksidatif oksigen menggantikan deaminasi reduktif. Sistin, sistein, dan metionin bertindak sebagai pemungut dan bereaksi lebih mudah dengan radikal bebas daripada non belerang yang mengandung asam amino alifatik. Asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin bereaksi mudah dengan spesies transien dari radiolisis air, hidroksilasi dari cincin aromatik menjadi reaksi prinsip. Fenilalanin hidroksilasi untuk membentuk isomer tirosin. Hidroksilasi mengkonversi kedua dihidroksi fenil alanin (DOPA) dikatalisis oleh oksidase fenil. Oksidasi berikutnya dari dopa dan polimerisasi dapat menghasilkan melanin pigmen jenis (bintik hitam), seperti yang diamati dalam kasus udang.  
Tekstur
  Iradiasi dapat mempengaruhi atribut tekstur otot ikan. Pemberian  di 5 kg ditingkatkan pembentukan tetes ke tingkat setinggi 20% di Bombay bebek, yang dapat dikurangi menjadi 7-8% pada pra-iradiasi mencelupkan dalam larutan 10% dari natrium polifosfat baik tri atau natrium klorida. Pengobatan pada dosis 0,66 atau 1,31 kGy disebabkannya menurun dalam kekuatan gel mince merah hake ( Urophysis chuss ) Tingkat perubahan tekstur dalam lobster dimasak oleh iradiasi pada 1 kGy sebanding dengan yang dikembangkan penyimpanan selama 3-4 bulan. Iradiasi sebesar 1,5 kGy tidak mempengaruhi karakteristik disperseability dan viskositas protein tekstur dari India makarel.
Proses Radiasi untuk produk perikanan
Radurisasi: adalah proses iradiasi perpanjangan umur simpan produk perikanan segar dalam es atau pendingin bawah dengan mengurangi jumlah bakteri yang menyebabkan pembusukan. Dua faktor yang paling signifikan dalam menentukan dosis radiasi optimal untuk radurisasi. Ini timbul dari perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam pertumbuhan mikroba dan respon radiasi dosis konstituen jaringan yang mengatur atribut organoleptik dari produk perikanan. Radiasi sensitif bakteri gram negatif sebagian besar bertanggung jawab untuk pembusukan produk perikanan. Oleh karena itu pengurangan mikroorganisme pembusukan menyebabkan oleh rendahnya tingkat radiasi menyebabkan perpanjangan umur simpan produk perikanan. Radurisasi dilakukan dalam kisaran dosis 1-3 kGy, yang cukup mengurangi beban awal pembusukan organisme penyebab sekitar siklus log 1-3. Dosis optimum dipilih untuk memberikan produk dengan kehidupan rak diperpanjang e \ dalam es, memiliki pola terminal pembusukan yang seharusnya tidak jauh berbeda dari sampel iradiasi un. Produk diperlakukan memiliki kehidupan rak dari 2-3 kali dari bagian kontra unpredicted. Perawatan yang efektif untuk perpanjangan masa simpan spesies air di laut dan segar. Kualitas awal ikan adalah penting dalam memperoleh perpanjangan maksimum dalam kehidupan rak, idealnya ikan es segera setelah menangkap harus disinari perpanjangan maksimum umur simpan. Namun, ikan yang disimpan dalam es selama 2-3 hari setelah menangkap juga dapat diobati. Penundaan lebih lama dapat mempengaruhi pengaruh kehidupan pasca iradiasi rak. Jadi fillet dari haddock kualitas rendah setelah iradiasi yang ditemukan garis perbatasan dalam kualitas untuk sebagian besar hidup mereka penyimpanan diperpanjang. 
Radicidation
 Radicidation menunjukkan sanitasi produk beku oleh penghapusan mikroorganisme patogen oleh iradiasi. Dalam merekomendasikan dosis pengobatan berkisar diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan patogen makanan ditanggung dalam makanan, penting untuk mempertimbangkan sifat produk, penanganan kondisi, digunakan, dan kondisi teknologi pengolahan lainnya. Mossell mengamati bahwa iradiasi dengan dosis 2 kGy adalah cukup signifikan menghilangkan patogen yang berbeda, termasuk Shigella sp dan Staphylococcus Staphalococcus dari udang beku. Sebuah dosis 4 kGy telah ditemukan untuk menjadi cukup memadai untuk penghapusan non patogen pembentuk spora di berbagai jenis makanan beku, termasuk seafood.
Kombinasi dari proses yang melibatkan iradiasi  
Efek pengawet radiasi pengion sering dapat menggabungkan menguntungkan dengan efek dari agen fisik dan kimia lainnya. Perlakuan kombinasi yang dihasilkan mungkin melibatkan tindakan sinergis atau kumulatif dari mitra kombinasi mengarah ke kebutuhan pengobatan penurunan untuk satu atau kedua agen . Hal ini pada gilirannya dapat berdampak pada penghematan di kedua biaya dan energi dan dapat membawa perbaikan dalam sifat-sifat sensori dan kualitas bakteriologis makanan sehingga dirawat. Pengawet efek kombinasi dari perawatan dalam mengendalikan pertumbuhan mikroba dan mengakibatkan pembusukan didasarkan pada teknologi rintangan dan melibatkan penciptaan serangkaian rintangan dalam makanan untuk pertumbuhan mikroba. Rintangan tersebut termasuk panas, radiasi, suhu rendah, aktivitas air, dan pH, potensial redoks dan kimia pengawet.
Radappertization
Radappertization atau radiasi sterilisasi analog ke pengalengan termal mencapai stabilitas rak produk olahan membutuhkan suhu ambien. Pengobatan memerlukan mengekspos makanan dalam wadah tertutup terhadap radiasi pengion di kGy dosis berkisar 25-70 formulir untuk membunuh semua organisme untuk memberikan sterilitas komersial untuk produk. Karena enzim autolitik tidak dapat dilemahkan oleh iradiasi bahkan pada dosis tinggi tingkat, adalah penting bahwa makanan yang mengalami perlakuan panas pada 70 0 sampai 80 0 C untuk menonaktifkan enzim. Untuk meminimalkan terjadinya perubahan oksidatif menyebabkan rasa off, perubahan warna yang tidak diinginkan, serta kerugian tekstur dan nutrisi, makanan vakum dikemas baik dalam kaleng logam atau kantong fleksibel, dibekukan pada -40 0 C dan diiradiasi dalam kondisi beku di -20 0 C sampai -40 0 C.
KESIMPULAN
Iradiasi efektif dapat mengurangi atau menghilangkan patogen, pembusukan menyebabkan mikroorganisme, serangga dan parasit. Manfaat utama dari penerapan produk perikanan dalam pengurangan kerugian pasca panen dan Peningkatan kualitas higienis produk perikanan. Iradiasi pada dosis yang tepat dan kondisi sanitasi dapat menambah langkah-langkah dan praktek manufaktur yang baik untuk menyediakan produk yang aman dan sehat. Ini pada gilirannya, dapat mengakibatkan perluasan makanan laut segar, pasar, dan stabilisasi pasokan, penggunaan yang lebih besar dari sumber daya dan stabilisasi kualitas ikan. Pengawetan  pada akhirnya dapat mengakibatkan kepercayaan konsumen meningkat pada produk yang dihasilkan dari perbaikan kebersihan, meningkatkan penjualan secara keseluruhan dan pemasaran.
Disadur dari artikel berjudul  Radiation Technique to Improve the Quality of Fishery Products in Fish Processing Technology Karya Jaya Naik1, C.V. Raju2, N. Rajendra Naik3 and Naresh, K. Mehta4  ( 1Research Scholar (UGC), 2Assistant Professor and 3 and 4Post Graduate Students Dept. of Fish Processing technology, College of Fisheries, Mangalore)

Jumat, 08 April 2016

Prinsip Iradiasi Pangan


Prinsip Iradiasi Pangan
        
Pada pengawetan bahan pangan dengan iradiasi digunakan radiasi berenergi tinggi yang dikenal dengan nama radiasi pengion, karena dapat menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya (Maha, 1981).  Gambar 1.  menunjukkan prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi.

Bila sumber iradiasi (sinar x, sinar gamma dan berkas elektron) mengenai bahan pangan, maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan komponen yang ada pada bahan pangan tersebut.  Apabila perubahan terjadi pada sel hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan terjadi efek biologis.  Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan (Maha, 1981).
 
Pemanfaatan praktis iradiasi bahan pangan banyak berkaitan dengan pengawetan.  Radiasi menonaktifkan organisme perusak pangan, yaitu bakteri, kapang dan khamir.  Iradiasi juga efektif untuk memperpanjang masa simpan sayur dan buah segar karena membatasi perubahan hayati yang berkaitan dengan pematangan, peramunan, pertumbuhan dan penuaan.

D. Aspek Keamanan

Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.  Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik.  Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980.  Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia.  Pernyataan ini dikeluarkan sehubungan dengan munculnya kekhawatiran konsumen akan keracunan sebagai pengaruh sampingnya.


 E Permasalahan Iradiasi Pangan

Permasalahan yang menyangkut kesehatan pada makanan yang diiradiasi adalah permasalahan tentang gizi, mikrobiologi dan toksikologi.

1. Aspek Gizi

Masalah gizi pada makanan yang diiradiasi ialah kekhawatiran akan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan penurunan nilai gizi makanan, yang menyangkut perubahan komposisi protein, vitamin dan lain-lain (Glubrecht, 1987).  Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak menimbulkan perubahan yang nyata, sedangkan pada dosis 1 – 10 kGy bila udara pada saat iradiasi dan penyimpanan tidak dihilangkan akan mengakibatkan penurunan beberapa jenis vitamin.  Untuk itu telah dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui kondisi iradiasi yang tepat, sehingga pada prakteknya tidak akan terjadi perubahan nilai gizi dalam bahan pangan, terutama makronutrisinya sepperti karbohidrat, lemak dan protein (Purwanto dan Maha, 1993).

2. Aspek Mikrobiologi

Dalam makanan iradiasi, masalah mikrobiologi yang mungkin timbul adalah sifat resistensi atau efek mutagenik dan peningkatan patogenitas mikroba (WHO, 1991 dalam Simatupang, 1983).  Daya tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi secara berurutan adalah sebagai berikut : spora bakterI > khamir > kapang > bakteri gram positif > bakteri gram negatif.  Ternyata bakteri gram negatif merupakan yang paling peka terhadap radiasi.  Oleh karena itu, untuk menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dosis rendah (Jay, 1996).

3. Aspek Toksikologi

Analisis kimia yang dilakukan terhadap makanan yang diawetkan dengan iradiasi tidak ditemukan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan.  Namun uji tersebut saja tidak cukup untuk meyakinkan keamanannya sehingga perlu dilakukan uji toksikologi.  Uji toksikologi terhadap makanan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan kompleks bila dibandingkan dengan pengujian sebelumnya, karena sejak awal keamanan makanan iradiasi sangat banyak dipertanyakan.

Kekhawatiran ini mungkin disebabkan adanya senyawa radioaktif pada makanan yang diiradiasi.  Iradiasi pada suatu bahan pangan yang mengandung air menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul air dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat reaktif.  Radikal-radikal ini sangat berperan terhadap pengaruh biologis iradiasi pengion.  Oleh karena itu terdapat pengaruh tidak langsung dari iradiasi jaringan-jaringan lembab yang disebabkan oleh air yang diaktivasikan.  Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi dikenal sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai zat pereduksi ataupun pengoksidasi. 

Kekhawatiran ini  dapat terjawab melalui beberapa penelitian yang dilakukan dan tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa makanan iradiasi berbahaya bagi kesehatan konsumen, sehingga berdasarkan hal tersebut, pada bulan Nopember 1980, para pakar dari FAO, WHO dan IAEA yang tergabung dalam Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa semua jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai batas 10 Kgy adalah aman dikonsumsi.

F. Legalitas Iradiasi

Setiap metode pengolahan pangan mengakibatkan perubahan sifat pangan yang mungkin menimbulkan konsekuensi pada konsumen, tetapi jelas bahwa pangan yang diiradiasi aman, dan konsumsinya sebagai bagian dari makanan sehari-hari sama sekali tanpa akibat yang membahayakan (Hermana, 1991).

Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang diiradiasi maupun sarana iradiasi.  Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995.  Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.

Menurut Hermana (1991), pangan yang diiradiasi tidak dapat dikenali dengan penglihatan, penciuman, pencecapan ataupun perabaan.  Satu-satunya cara agar konsumen mengetahui dengan pasti bahwa suatu pangan telah diiradiasi adalah dengan menyertakan label yang menyatakan dengan jelas perlakuan tersebut dalam kata, logo atau keduanya.  Pelabelan pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 69 Tahun 1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur dalam pasal 34. 

Penutup

Teknologi  iradiasi yang telah diintroduksikan  ke dunia industri dan masyarakat, kini telah dimanfaatkan secara luas dalam berbagai industri.  Proses pengawetan panganpun telah lama memanfaatkannya untuk berbagai bahan pangan dan makanan dan telah dilepaskan ke masyarakat luas, seperti berbagai jenis buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan bumbu masak, berbagai jenis hasil laut, berbagai jenis daging, masakan jadi, gandum dan kentang.
Negara berkembang telah menetapkan swasembada pangan sebagai salah satu tujuan pembangunan dan ekspor pangan merupakan sumber penghasilan.  Oleh karena itu pengurangan kehilangan pangan merupakan kebutuhan yang penting.  Iradiasi pangan, selain mengurangi kehilangan pangan dapat memberikan keuntungan khusus dibandingkan dengan cara pengolahan pangan konvensional.  Namun iradiasi pangan tidak hanya memerlukan tenaga terlatih dan peralatan khusus, tetapi juga sistem peraturan perundang-undangan untuk memastikan bahwa proses ini akan dilaksanakan dengan benar dengan standar keamanan.

Akhirnya Irradiasi adalah bukan sebuah "silver bullet." Di mana tidak ada  silver bullet yang dapat memecahkan semua problem keamanan pangan. Irradiasi memberikan beberapa efek dalam penggunaannya di bidang pangan dan  kesehatan masyarakat.  Bagaimanapun juga, hanya waktu yang akan mengatakan penerapan iradiasi pangan dapat  masuk ke pasaran dan keberhasilannya dapat diperoleh  pada masa yang akan datang.


DEMONSTRASI CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP

DEMONSTRASI   CARA BUDIDAYA CACING SUTERA DESA WUWUR KECAMATAN GABUS Oleh : Riyanto, SP BUDIDAYA CACING SUTERA Pendahu...