PENDAHULUAN
Seiring
dengan meningkatnya harga pakan komersial akibat tigginya harga tepung ikan
membuat biaya produksi ikan semakin meningkat, karena 60-80% biaya produksi
berasal dari pakan (Mokoginta et al. 2006). Sehingga untuk menurunkan
biaya produksi dari pakan, perlu dicarikan bahan alternatif yang dapat
digunakan sebagai pakan atau bahan pengganti tepung ikan. Salah satu bahan
alternatif tersebut adalah larva serangga bunga dari spesies Hermetia
illucens (larva Black Soldier Fly, disebut maggot), yang diproduksi melalui
proses ”Biokonversi”. Biokonversi adalah sebuah proses untuk mengubah bentuk
dari produk yang kurang bernilai menjadi produk bernilai menggunakan agen
biologi (makhluk hidup; serangga Black Soldier Fly, BSF).
MAGGOT DAN SIKLUS
HIDUPNYA
Maggot
merupakan larva serangga Black Soldier Fly (Hermentia illucens,
Stratiomydae, Diptera), keberadaanya dapat ditemui hampir diseluruh dunia
dengan ukuran larva 2 Cm. Maggot memiliki banyak kelebihan diantaranya : a)
dapat mereduksi sampah organik (dewetering), b) dapat hidup dalam toleransi pH
yang cukup luas, c) tidak membawa atau agen penyakit, d) mempunyai kandungan
protein yang cukup tinggi (40-50%), e) masa hidup cukup lama (± 4 minggu) dan
untuk mendapatkanya tidak memerlukan teknologi tinggi.
Black
Soldier Fly (Hermentia illucens) adalah serangga yang hidup di pepohonan
yang berbunga. Sari bunga (madu) merupakan makanan utamanya. Siklus
hidupnya selalu melakukan metamorfosa seperti kupu-kupu. Black soldier
yang sudah dewasa akan kawin dan selanjutnya akan meletakkan telurnya pada
media yang memungkinan sebagai makanan bagi larvanya. Dalam waktu 2-4
hari telur akan menetas menjadi maggot kecil, selanjutnya akan bertambah besar
sampai 2 cm pada umur 4 minggu. Sampai umur 2 minggu maggot masih
berwarna putih dan selanjutnya warna semakin berubah menjadi kekuningan sampai
hitam dan menjadi pupa pada umur ± 4 minggu. Setelah 4 minggu pupa akan
menetas menjadi serangga dewasa.
KANDUNGAN GIZI MAGGOT
Maggot
mempunyai peluang sebagai pakan ikan atau untuk mensubstitusi tepung ikan
karena mempunyai kandungan nutrisi tidak jauh berbeda dengan tepung ikan
terutama tepung ikan lokal dan dapat diproduksi dalam kuantitas yang cukup
dalam waktu yang singkat secara berkesinambungan. Secara umum diketahui bahwa
tepung ikan yang ada dipasaran berasal dari impor seperti Peru dan Chili,
dengan adanya pembatasan produksi dan permintaan akan tepung ikan di dalam
negri tidak mampu dipenuhi oleh produksi sendiri membuat harga tepung ikan menjadi
naik. Untuk memenuhi kekurang akan permintaan tepung ikan mungkin dapat
dipenuhi dengan menggunakan tepung maggot. Kandungan gizi beberapa tepung ikan
dan maggot dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisa proksimat dan tepung
ikan, maggot, bungkil kelapa sawit (PKM)
Sampel
|
Hasil analisa (%
bobot kering)
|
Sumber
|
||||
Protein
|
Lipid
|
Serat kasar
|
Abu
|
BETN
|
||
Tepung ikan impor
|
74,6
|
11,9
|
1,48
|
13,9
|
—
|
Ediwarman et al.
2006
|
Tepung ikan lokal
|
55,4
|
10,6
|
1,08
|
22,6
|
10,3
|
Ediwarman et al.
2006
|
Maggot (BSF)
|
45
|
25
|
5,62
|
12,36
|
6,8
|
Lab. BBATJ. 2006
|
PKM
|
18
|
32
|
0,81
|
8,56
|
17,6
|
Lab. BBATJ. 2006
|
Dari table 1, terlihat bahwa kadar
protein maggot lebih rendah dari tepung ikan impor dan tepung ikan lokal. Dari
beberapa pengamatan menunjukan bahwa, kadar protein maggot sangat ditentukan
oleh kandungan protein media yang digunakan dan umur maggot yang dipanen.
Semakin tinggi kadar protein media dan semakin cepat maggot dipanen, maka akan
semakin tinggi pula kadar proteinnya demikian sebaliknya.
PROSPEK KULTUR MAGGOT
Peluang
maggot untuk mensubstitusi tepung ikan tidak hanya terkait dengan kandungan
gizinya akan tetapi juga mengenai potensi kulturnya akan terus dikaji oleh ”Tim
Pengembangan Maggot” di BBI Ngemplak. Kultur maggot yang dilakukan di
Balai Benih Ikan Ngemplak menggunakan bungkil ketela, dedak, ampas kelapa dan
ampas tahu untuk media tumbuhnya dan hasil yang maksimal terdapat pada media
dedak dan ampas tahu. Bungkil ini dipilih karena mempunyai kandungan gizi yang
cukup baik dan ketersediaannya cukup banyak di Kabupaten Sleman.
Kultur
dapat dilakukan pada skala kecil dengan menggunakan drum/baskom dan skala besar
pada bak-bak yang berukuran besar yang kedap air. Fermentasi media menggunakan
air dengan perbandingan 1 bagian bungkil kelapa sawit dengan 2 bagian air.
Media yang telah dicampur air dimasukan dalam tong/baskom atau bak berukuran
besar dan ditempatkan diruangan terbuka. Agar media tidak terkena air hujan,
wadah kultur diberi atap sebagai pelindung, disamping itu untuk memudahkan
serangga black soldier menempelkan telur maka diatas media fermentasi
ditempatkan daun kering. Setelah 4-5 minggu pemeliharaan maggot sudah dapat
untuk dipanen. Ukuran panen disesuaikan dengan bukaan mulut ikan yang akan
diberi pakan maggot (jika maggot segar).
Setiap
10 kg media dalam tong/baskom dapat diharapkan menghasilkan
3-3,5 kg maggot. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
setiap 1 kg maggot dapat dihasilkan dari 3 kg media (konversi media: maggot
3:1) dalam waktu 4-5 minggu. Dilihat dari proses produksi untuk mendapatkan
maggot cukup mudah dan dengan waktu yang relatif singkat, maka maggot cukup
prospek untuk dikembangkan.
Jika anda ingin beternak maggot sendiri
baik untuk keperluan ternak lele anda pribadi atau untuk dijual kembali pada
peternak lele lain, anda harus mengetahui mengenai teknik-teknik yang biasa
digunakan dalam beternak maggot. Sejauh ini, ada dua teknik budidaya maggot
yang cukup populer dan cukup sering digunakan. Yang pertama adalah dengan
menggunakan bekatul sebagai media ternak dan yang kedua adalah dengan
menggunakan bungkil kelapa sawit sebagai media ternak.
APLIKASI MAGGOT
SEBAGAI PAKAN IKAN
Aplikasi
maggot sebagai pakan ikan dapat dilakukan dengan 2 cara, pertama sebagai pakan
ikan langsung (maggot hidup/Fresh) dan kedua tepung maggot sebagai sumber
protein pakan menggantikan atau substitusi tepung ikan.
Pada
ikan patin, substitusi maggot segar dengan pakan komersial pada ikan patin
jambal menunjukan bahwa benih patin jambal yang diberi pakan substitusi
maggot hidup 25% ditambah pakan komersial 75% menghasilkan laju
pertumbuhan terbaik serta dapat menurunkan biaya dari pakan sebesar Rp. 352/kg
ikan dan substitusi maggot masih dapat ditingkatkan sampai 35% tanpa menurunkan
performan pertumbuhan dan efisiensi pakan (Ediwarman et al., 2007a).
Pada
ikan nila merah, substitusi maggot segar dengan pakan komersial pada ikan nila
merah menunjukan bahwa ikan nila merah yang diberi pakan substitusi
maggot hidup 50% ditambah pakan komersial 50% menghasilkan laju
pertumbuhan terbaik serta dapat menurunkan biaya dari pakan sebesar Rp.
1.819/kg ikan dan substitusi maggot masih dapat ditingkatkan sampai 54% tanpa
menurunkan performan pertumbuhan dan efisiensi pakan (Ediwarman et al., 2007c).
Hasil
penelitian penggunaan maggot sebagai substitusi pakan komersial juga telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti, dimana maggot dapat menggantikan 50% pakan
komersial pada ikan lele (Hadadi, et al. 2007).
Source: BBAT Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar