PENYAKIT VIBRIO DI DALAM BUDIDAYA
UDANG
Pendahuluan
Kabupaten Pati
memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdiri-dari sumberdaya
perairan pantai sepanjang + 60 Km dengan lebar 4 mil yang diukur
dari garis pantai kearah laut, sumberdaya perikanan air payau berupa tambak
seluas + 10.604 Ha yang terdapat disepanjang pesisir dan sumberdaya
perikanan air tawar yang semakin berkembang.
Di tahun 1990 an produksi udang di Kabupaten Pati sangat
besar tetapi kondisi ini mengalami tingkat penurunan yang sangat banyak mulai
tahun 2000an. Kondisi lingkungan yang mulai menurun menyebabkan banyaknya
penyakit yang menyerang udang, yang mengakibatkan pada matinya udang. Penyakit
karena bakteri vibrio merupakan salah satu penyaklit yang banyak ditemukan
didaerah Pati. Penyakit ini merupakan salah satu jalan baginya masuknya
penyakit White Spot.
Tulisan ini akan membahas jenis vibrio yang merugikan yang
menyerang tambak dan alternatif cara pencegahan dan pengobatannya
Jenis Vibrio
. Di antara kelompok jasad renik yang menyebabkan kerugian
serius di dalam budidaya udang, adalah bakteri. Karena menyebabkan
kerugian secara ekonomis dan menyebabkan kerusakan pada tambak. Penyakit karena
bakteri, sebagian besar berkaitan dengan bakteri jenis Vibrio, telah dilaporkan
menyerang udang dalam budidaya udang. Sedikitnya berjumlah ada 14 jenis
vibrio , yaitu Vibrio Harveyi, V. splendidus, V. parahaemolyticus, V.
alginolyticus, V. anguillarum, V. vulnificus, V. campbelli, V. fischeri, V.
damsella, V. pelagicus, V. orientalis, V. ordalii, V. mediterrani, V. logei.
Vibriosis adalah suatu penyakit hasil bakteri yang bertanggung jawab pada
kematian budidaya udang di seluruh dunia (Lightner et al., 1992; Lavilla-Pitogo
et Al., 1990). Jenis Vibrio secara luas terdapat dalam suatu system budidaya
diseluruh dunia . Infeksi Vibrio sering terjadi di hatcheries, tetapi juga
biasanya terjadi dalam kolam pembesaran udang. Vibriosis disebabkan oleh
bakteri gram-negative dalam keluarga Vibrionaceae. Masuknya vibrio kemungkinan
terjadi ketika faktor lingkungan yang menyebabkan tingkat penambahan bakteri
yang sangat cepat, dan ada pada di dalam darah udang . Bagaimanapun juga,
Vibrio Spp. adalah di antara bakteri chitinoclastic yang berhubungan dengan
penyakit kerang dan kemungkinan masuk melalui luka ke
dalam exoskeleton atau pori-pori . Insang merupakan bagian
yang paling mudah kena karena hanya ditutup oleh suatu exoskeleton tipis ,
tetapi permukaan mereka dibersihkan oleh setobranchs. Midgut, terdiri atas
kelenjar pencernaan dan batang midgut ( MGT, sering dikenal sebagai usus,
tidaklah dilapisi oleh suatu exoskeleton dan oleh karena itu sepertinya menjadi
suatu tempat untuk masuknya pathogens yang dibawa air, makanan dan sedimen
(Lovett& Felder, 1990).
Vibrio Harveyi, merupakan suatu bakteri gram-negative,
bakteri bercahaya, adalah salah satu dari agen mikrobia yang penting yang dapat
membuat kematian massal larva udang windu dalam suatu sistem pembesaran.
Sejumlah besar udang di hatcheries yang memproduksi benih udang sering
menderita kemunduran dalam kaitan dengan penyakit bakteri luminescent dan
menderita kerugian ekonomi yang sangat besar. Vibriosis adalah disebabkan oleh
sejumlah Vibrio Jenis bakteri, termasuk: V. harveyi, V. vulnificus, V.
parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. penaeicida (Lightner et al, 1992;).
Telah dilaporkan berkali – kali mengenai vibriosis yang disebabkan oleh V.
damsela, V. fluvialis dan Vibrio lain yang terdefinisi jenisnya.
Di antara isolate Vibrio harveyi, beberapanya
mematikan dan beberapanya tidak mematikan. Vibriosis ada diseluruh dunia dan
semua binatang laut berkulit keras, termasuk udang, adalah yang paling mudah
terkena. Infeksi vibrio terjadi dalam semua tingkat kehidupannya, tetapi
kejadian umum di hatcheries. Infeksi vibriosis paling banyak yang telah
dilaporkan untuk P. monodon dari kawasan Indo-Pacific, P. japonicus dari
Jepang, dan P. vannamei dari Ecuador, Negara Peru, Kolumbia dan Amerika Tengah
( Lightner, 1996). Vibriosis dinyatakan melalui sejumlah sindrom. Hal ini
meliputi: mulut dan lenteric (demam) vibriosis, anggota badan dan cuticular
vibriosis, luka vibriosis yang terlokalisir, penyakit kulit, systemic vibriosis
dan pembusukan hepatopancreatitis ( Lightner, 1990).
Tanda serangan vibrio
Jenis bakteri dari golongan Vibrio harveyi merupakan bakteri
yang paling sering menimbulkan kematian massal dalam waktu yang relatif
singkat. Bakteri ini menyerang larva udang di panti-panti pembenihan maupun udang
yang dibudidayakan di tambak dan dikenal dengan nama penyakit kunang-kunang
atau penyakit udang menyala. Udang yang terinfeksi bakteri ini akan
bercahaya dalam keadaan gelap dan biasanya menyerang larva pada stadium zoea,
mysis dan post larva. Terjadi lima jenis penyakit
vibrio yang menyerang udang : necrosis pada ekor, penyakit kulit, penyakit
merah, sindrom lepas kulit ( LSS) dan penyakit usus putih ( WGD) yang
kesemuanya disebabkan oleh Vibrio Spp. Diantara itu, LSS, WGD, dan penyakit
merah menyebabkan angka kematian massal di dalam kolam budidaya udang. Enam
jenis Vibrio-V. Harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum,
V. vulnificus dan V. splendidus-are berhubungan dengan udang yang sakit .
Distribusi Dan Komposisi Jenis bakteri luminens di dalam hatcheries udang
menunjukkan dengan jelas terhadap kehadiran V. harveyi ( 97.30%) dan V.
orientalis ( 2.70%) di dalam usus udang dimana sumber utama bakteri ini didalam
hatchery udang adalah bahan kotoran yang berasal dari brood stock yang kemungkinan
terjadi sewaktu bertelur.
Angka kematian dalam kaitan dengan vibriosis terjadi ketika
udang tertekan oleh faktor seperti: kualitas air yang buruk, kepadatan tinggi
,suhu air tinggi, rendahny oksigen (DO) dan rendahnya pergantian air (Lightner
dan, 1975; Brock dan Lightner, 1990). Angka kematian tinggi yang pada umumnya
terjadi pada postlarvae dan juvenil. Larvae udang windu mengalami kematian
dalam waktu 48 jam sejak terkena V. harveyi dan V. splendidus ( Lavilla-Pitogo,
Et Al., 1990). Juga ada Laporan kematian udang windu yang sudah siap panen yang
disebabkan oleh vibriosis ( Anderson et Al., 1988). Udang windu dewasa yang
terkena vibriosis nampak hypoxic, menunjukkan badan yang merah ke insang
coklat, nafsu makan kurang dan udang berenang lemah di tepi dan permukaan kolam
( Anderson et Al., 1988). Vibrio Spp. juga menyebabkan penyakit kaki
merah. Enam Vibrio Jenis, Termasuk V. harveyi dan V. splendidus menyebabkan
luminesensi, yang kelihatan pada malam hari, menyerang udang pada tingkat postlarvae,
muda dan dewasa (Lightner, et al., 1992). Postlarvae yang terkena infeksi juga
memperlihatkan pergerakan kurang, mengurangi phototaxis dan usus kosong.
Udang yang terkena vibriosis terlihat ada luka yang
terlokalisir sepanjang kulit jangat ini merupakan tanda khas penyakit yang
menyerang kulit oleh bakteri., infeksi terlokalisr dari bocornya luka,
hilangnya otot, jaringan yang tidak jelas, peradangan usus atau hepatopancreas
dan atau keracunan darah ( Lightner, 1993). Luka penyakit kulit hasil bakteri
adalah warna coklat atau hitam dan nampak diatas kulit jangat badan, anggota
badan atau insang. Postlarvae yang terkena hepatopancreat menunjukkan seperti
berawan .Insang sering nampak warna coklat. Pembusukan Hepatopancreatitis
dikenali sebagai berhentinya pertumbuhan hepatopancreas dengan multifocal
necrosis dan radang haemocytic, yang berisi sejumlah besar Vibrio
parahaemolyticus maupun V. harveyi dan melepasnya epithel sel dari dasar
lapisan MGT . Lepasnya sel Epithelial tidaklah dilihat sebagai kehadiran
bakteri non-pathogenic ( probiotics) .
Pathogens seperti Vibrio Spp., Yang menyebabkan lepasnya epithelium di dalam
MGT, dapat mempengaruhi angka kematian tinggi di udang dengan
menghilangkan 2 lapisan yang melindungi udang dari infeksi: epithelium
dan selaput peritrophic yang dikeluarkannya. Sebagai tambahan, hilangnya
epithelium mempengaruhi peraturan air dan pengambilan ion ke dalam badan.
Hasil diagnosa
Hasil diagnosa infeksi vibrio didasarkan pada tanda klinis dan demonstrasi
histological bakteri Vibrio di dalam luka, bongkol yang kecil-kecil atau
haemolymph. Organ bagian pengeluaran dan Haemolymph di coba pada media
Vibrio-selective (TCBS) atau media agar laut yang umum.. Ketika menyelidiki
postlarvae, keseluruhan contoh dihancurkan dan kemudian ditanam ke suatu media
agar. Koloni Luminescent diamati setelah 12 sampai 18 jam setelah
diinkubasi pada suhu-kamar atau 25 ke 30oC.
Vibrio diisolasi untuk dikenali dengan sejumlah metoda, termasuk: Gram
strain, Motilas, suatu oxidase test, gaya glukosa utilisasi, ditumbuhkan dalam
Nacl, Pengurangan Nitrat Dan cahaya. Jenis vibrio dikenali dengan cepat dengan
menggunakan API-20 NFT yang sistemnya dengan menanan koloni vibrio pada
API-NFT dan menghitung angka koloni menurut arah alat tersebut (
Lightner, 1996) atau BIOLOG ( suatu sistem identifikasi miniatur bakteri yang
merupakan suatu alternatif kepada API sistem). Test kepekaan
Antimicrobial mungkin digunakan untuk mengidentifikasi vibriosis dan
dapat dijalankan menggunakan metode disk Kirby-Bauer ( DIFCO, 1986) atau Minimum Inhibitory Concentration
(MIC) method ( Lightner, 1996)
Penyebaran Vibrio
Jenis vibrio hidup di air menggunakan fasilitas budidaya
udang ( Lavilla-Pitogo, Et Al., 1990) dan biofilm, yang mana bentuknya berbeda
hubungannya antara air di hatcheries dan di kolam. Bakteri masuk udang melalui
luka atau retakan kulit jangat dan dicernakan dengan makanan (Lavilla-Pitogo et
Al., 1990). Sumber yang utama V. harveyi di hatcheries berada dalam midgut
broodstock udang betina, yang ditumpahkan sewaktu ikan bertelur (
Lavilla-Pitogo et Al., 1992).
Ketahanan Vibrio
Banyak studi telah dikerjakan mengenai
efek membekukan pada vibrios yang mencemari udang yang dipanen. V.
vulnificus di tiram yang dipanen ( Crassostrea Virginica) dapat terus
hidup pada suhu - 20 C selama waktu 70 hari . V. parahaemolyticus,
diisolasi dari daging daging tiram yang dihomoginasi dan diinactiv di dalam 16
hari pada - 15 C ketika jumlah kandungan bakteri adalah sangat tinggi ( 10
cfu/gm; Muntada-Garriga et Al., 1995). Ada bukti terbaru untuk menyatakan bahwa
V. harveyi dapat survive di sedimen kolam genap setelah penjernihan dengan
khlor atau perawatan dengan kapur ( Karunasagar et Al., 1996).
Perkembangan vibriosis
Vibriosis adalah suatu masalah umum diseluruh dunia, V.
harveyi terus berlanjut menyebabkan angka kematian diseluruh dunia diperkirakan
diatas 30% pada P. monodon larvae, postlarvae dan dewasa di bawah
kondisi-kondisi udang yang stres. Suatu strain Vibrio yang sangat pathogenic
juga telah muncul dan terus menyebabkan angka kematian dalam budidaya udang (
Le Groumellec et Al., 1996). Permasalahan disebabkan oleh vibriosis adalah
umum, tetapi dipertimbangkan lebih kecil dibanding wabah karena virus.
Penanggulangan Vibrio
Upaya
penanggulangan penyakit kunang-kunang ini telah dilakukan dengan pemberian
berbagai macam antibotik. Pemberian antibiotik secara terus menerus memberikan
dampak negatif pada larva udang karena akan meninggalkan residu dalam tubuh dan
menyebabkan resistensi terhadap V. Harveyi.
Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan suatu metode pencegahan dan
penanggulangan penyakit vibriosis pada udang windu antara lain penggunaan
obat-obatan dan antibiotik. Namun penggunaan antibiotik dan bahan-bahan kimia
tidak efektif lagi karena tidak memberikan hasil yang memuaskan, yaitu pada
dosis tertentu justru berdampak negatif pada ikan/udang itu sendiri, bahkan
dapat menimbulkan resistensi bagi bakteri Vibrio spp. Oleh karena itu perlu
dicari alternatif lain dalam upaya penanggulangan penyakit pada usaha budidaya
udang windu yang lebih efektif, murah dan ramah lingkungan.
Vibriosis dikendalikan oleh terjaganya kesehatan dan
manajemen air yang ketat untuk mencegah masukan vibrios di air ( Baticados, et
al., 1990) dan untuk mengurangi tekanan pada udang ( Lightner, 1993). Pemilihan
Lokasi baik, Disain Kolam Dan Kolam Persiapan adalah juga penting ( Nash et
Al., 1992). Pergantian air setiap hari dan suatu pengurangan biomass di kolam
dengan pemanenan parsial direkomendasikan untuk mengurangi angka kematian
disebabkan oleh vibriosis. Pengairan, mengeringkan dan
mengatur lime/dolomite ke kolam panenan juga direkomendasikan ( Anderson et
Al., 1988).
Luminescent vibriosis dapat
dikendalikan di hatchery dengan mencuci telor dengan yodium ( Sparkdin) dan
formaldehida dan menghindarkan pencemaran oleh kotoran bertelur. V. harveyi di
kolam air dapat inactivated oleh Dioksida Khlor ( Klosant). Probiotics (
Ultrazyme-P-Fs dan Bioremid-Aqua) diatur secara langsung ke dalam air atau
dengan cara dicampur pakan. Immunostimulants ( Immunomax-Fs) juga telah sukses
dapat mengurangi angka kematian udang yang diakibatkan oleh vibriosis.
Penggunaan Lactobacillus sp sebagai bakteri probiotic di dalam
budidaya udang windu ( P.Monodon) juga terbukti dapat menekan vibrio .
Jiravanichpaisal Dan Chuaychuwong et Al ( 1997) telah menyelidiki
suatu perawatan efektif dengan Lactobacillus sp terhadap vibriosis
dan penyakit bercak putih pada P. monodon. Mereka menyelidiki pertumbuhan
beberapa bakteri probiotic, dan survival mereka di air laut yang salinitasnya
20 ppt kurang lebih selama 7 hari. Aktivitas dua Lactobacillus sp dalam
menghambat terhadap Vibrio Sp., E. coli, Staphylococcus sp ternyata mempunyai
pengaruh yang efektif.
Efek konsentrasi tembaga pada luminesensi dan racun V. harveyi telah
diselidiki oleh Nakayama. T. et al ( 2007). Mereka menemukan konsentrasi
tembaga ( unsur tidak zat pembunuh kuman) kurang dari 40 ppm tidak punya
efek pada pertumbuhan udang. Sedang V. harveyi yang diberi dengan 40 ppm
konsentrasi tembaga menunjukkan terjadinya pengurangan cahayanya ( luminesensi
). Oleh karena itu, kombinasi prebiotics, probiotics, immuno-stimulants dan
unsur non-antibiotic ( LBEENEX) mempunyai kekuatan besar melawan
vibriosis dan Luminescent Bakteri ( LB) dikombinasikan dengan cara
budidaya tambak yang baik ( BAP),merupakan suatu alat manajemen yang efektif
untuk mengendalikan bakteri luminesensi beracun yang ada dikolam budidaya.
Bakteri
probiotik yang bersifat non patogen dan memiliki kemampuan mengurangi,
menghambat ataupun, membunuh bakteri patogen, serta memungkinkan sebagai
makanan di dalam perairan merupakan alternatif lain yang dapat digunakan untuk
pencegahan penyakit. Beberapa sumber bakteri probiotik yang telah diteliti
antara lain air laut, air tambak, sedimen laut, dan karang.
Selain itu
teknik lain yang perlu dikaji dan dievaluasi untuk menanggulangi penyakit pada
budidaya udang windu adalah merangsang kekebalan non-spesifik udang melalui
penggunaan vaksin dan immunostimulan. Teknik tersebut telah banyak dilakukan
baik di dalam negeri maupun dari manca negara, namun optimalisasi penggunaan
suatu jenis immunostimulan masih perlu dilakukan. Penggunaan bahan aktif dari
sponge dan mangrove sebagai antibakteri juga telah mulai dirintis, namun sampai
saat ini optimalisasi penggunaannya masih perlu dikaji lebih lanjut sehingga
diperoleh hasil yang memuaskan dan bisa diterapkan dalam skala lapangan.
Daftar Pustaka
Anderson,
I.G., Shamsudin, M.N. and Shariff, M. 1988. Bacterial septicemia in juvenile
tiger shrimp, Penaeus monodon, cultured in Malaysian brackishwater ponds. Asian Fis.Sci.
2: 93-108.
Baticados, M.C.L., Lavilla-Pitogo, C.R., Cruz-Lacierda,
E.R., de la Pena, L.D. and Sunaz, N.A. 1990. Studies on the chemical control of luminous bacteria Vibrio
harveyi and V splendidus isolated from diseased Penaeus monodon larvae and
rearing water. Dis. Aquat. Org. 9: 133-139.
Herawati,
E. 1996. Karakterisasi Fisiologi dan Genetik Vibrio Berpendar sebagai
Penyebab
Penyakit Udang Windu. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta:
Gadjahmada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar